Anggota DPR Akui Ada Kesalahan Penulisan di UU Baru KPK, Kok Bisa?

Gara-gara salah ketik, Nurul Ghufron terancam tak dilantik

Jakarta, IDN Times - UU baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah disahkan pada (17/9) lalu di DPR masih menyisakan banyak permasalahan. Dua di antaranya masih banyak pasal yang tidak jelas dan kosong di dalam aturannya. 

Salah satu aturan yang dinilai oleh pakar hukum kosong yakni mengenai syarat bagi komisioner baru komisi antirasuah. Di dalam aturan baru komisi antirasuah pasal 29 tertulis untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan. Uniknya penulisan usia di dalam naskah UU itu membuat publik bingung. Sebab kendati usia minimal 50, namun keterangan di dalam kurung tertulis 40 tahun. 

Kekeliruan itu pula yang kembali disinggung oleh Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar ketika berbicara di program Indonesia Lawyer's Club (ILC) dan tayang di stasiun tvOne pada Selasa malam (1/10). 

"Menurut UU KPK (yang baru), salah satu komisioner nantinya tidak bisa dilantik, karena komisioner ini masih berusia 45 tahun. Padahal, ketika dilantik, UU mengatakan usianya harus 50 tahun. Gak bisa dilantik dia itu," ujar Zainal semalam. 

Zainal semakin mengernyitkan dahi ketika mendengar respons dari anggota DPR yang menyebut aturan di dalam UU baru tidak bisa berlaku surut. 

"Di mana tidak bisa berlaku surutnya? Di semester enam dulu saya belajar legal drafting, yang persoalan seperti ini harus ada pasal peralihannya. Jadi, bagaimana? Ini kosong nih," kata dia. 

Lalu, apa tanggapan anggota DPR soal adanya kebingungan dalam penulisan di naskah UU yang sudah diketok pada (17/9) silam? 

1. Anggota komisi III Masinton Pasaribu berdalih Nurul Ghufron dipilih dengan menggunakan UU KPK yang belum direvisi

Anggota DPR Akui Ada Kesalahan Penulisan di UU Baru KPK, Kok Bisa?ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Di program yang sama, anggota komisi III DPR, Masinton Pasaribu berdalih Nurul dipilih dengan menggunakan dasar UU nomor 30 tahun 2002. Ia mengakui ketika didesak oleh pakar hukum untuk memberikan penjelasan, Masinton hanya memberikan jawaban yang sederhana yaitu aturan tersebut perlu dibuatkan Peraturan Presidennya. 

Tak puas dengan jawaban politikus PDI Perjuangan itu, Zainal kembali menjawab pertanyaan Masinton. Ia mengatakan UU itu akan berlaku ketika diundangkan oleh Presiden. Sedangkan, tenggat waktu UU itu berlaku pada (17/10) mendatang. 

"Taruhlah, Presiden tidak tanda tangan (UU baru KPK) pada 17 Oktober ini. Berarti, semua pasal di dalam UU itu sudah berlaku, termasuk pasal yang berbunyi untuk diangkat harus usia 50 tahun. Pertanyaannya, Nurul Ghufron bisa gak dilantik pada Desember mendatang?," tanya Zainal lagi. 

Kemudian, Masinton memberikan jawaban yang mengejutkan. Menurut dia, di draft yang sesungguhnya, isi pasal 29, persyaratan untuk menjadi komisioner KPK minimal berusia 40 tahun. 

"Di draft nya itu usia minimal 40 tahun. Dibaca aja lagi. Itu (usia minimal) 40 tahun, dibaca saja lagi di dalam kurungnya," kata Masinton lagi. 

"Nah, ini agak ngaco nih. Memang di RUU itu tertulis 50 (usia minimal) tapi ada juga di dalam kurung 40, tulisannya. Sekarang, dia balik lagi jadi 40 nih," tutur Zainal mendebat. 

"Setneg sudah minta ke kami, ke Baleg. Lalu Baleg mengundang saya dalam konteks (menjelaskan) usia. Saya jelaskan, di situ ada kesalahan redaksi harusnya 40 tertulis angkanya 50. Maka dalam tanda kurung itu tetap 40. Itu kesalahan teknis lah," kata Masinton yang kemudian mendapat respons tawa dari Zainal. 

Menurut dia, pembahasan di ruang politik selama ini justru ingin menaikan usia komisioner menjadi minimal 50 tahun. Apabila ada perubahan lagi menjadi 40 tahun, seharusnya hal tersebut didiskusikan kembali dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

Baca Juga: Pimpinan Baru KPK Nurul Ghufron Terancam Tak Bisa Dilantik, Kenapa?

2. Nurul Ghufron menyerahkan kebingungan dalam redaksional UU baru KPK ke Presiden Jokowi

Anggota DPR Akui Ada Kesalahan Penulisan di UU Baru KPK, Kok Bisa?(Wakil Ketua KPK terpilih Nurul Ghufron) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Ketika dikonfirmasi oleh IDN Times melalui pesan pendek, Nurul menyadari adanya perbedaan dalam redaksi penulisan di UU baru KPK. Oleh sebab itu, ia menyerahkan ke tangan Presiden Jokowi. Ia yakin mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan mengeluarkan kebijakan yang bijaksana dan tidak merugikan berbagai pihak, termasuk dirinya. 

"Oleh karena itu saya yakin dalam situasi hukum yang tidak pasti ini, Presiden akan bijak untuk menetapkan sesuai yang sudah diproses sebelumnya yakni berdasarkan UU nomor 30 tahun 2002," kata Nurul pada (24/9) lalu. 

Nurul pun mengaku tidak dirugikan dengan adanya perubahan aturan KPK. Apalagi masih ada yang tidak jelas dalam norma tentang persyaratan yang mengatur usia di dalam pasal 29 UU perubahan kedua KPK. 

"Karena syarat di dalam pasal 29 huruf e tersebut dalam angka usianya tertulis minimal 50 tahun tetapi dalam penulisan yang di dalam kurung adalah empat puluh, sehingga terdapat dualisme," katanya lagi. 

3. Presiden tidak sepatutnya diancam akan dimakzulkan hanya karena mengeluarkan Perppu KPK

Anggota DPR Akui Ada Kesalahan Penulisan di UU Baru KPK, Kok Bisa?ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Zainal juga mengaku bingung mengapa Presiden Jokowi justru diancam oleh beberapa pihak bisa dimakzulkan hanya karena akan mengeluarkan Perppu KPK. Sebab, di dalam UUD 1945 sudah jelas tertulis, seorang Presiden hanya bisa dimakzulkan apabila melakukan lima hal, pertama, kedua, korupsi, ketiga, melakukan penghinaan terhadap negara, keempat, telah menyuap dan kelima melakukan perbuatan tercela. 

"Masak ketika Beliau ingin menjalankan hak konstitusionalnya mau di-impeach? Jadi, di mana dari aturan itu di UU, kemudian Presiden bisa di-impeach. Kok tiba-tiba malah mengarang?," tanya dia lagi. 

Ia kemudian membandingkan ketika Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu nomor 1 tahun 2016 perubahan kedua nomor 23 tahun 2002 mengenai perlindungan anak. Di dalam Perppu itu, pelaku tindak kejahatan seksual terhadap anak bisa diancam dengan hukuman mati. 

"Saya tidak mengatakan Perppu kebiri berarti situasinya tidak genting, tapi ketika Perppu itu dikeluarkan tidak diprotes tuh. Presiden tidak diancam akan di-impeach. Lalu, mengapa ketika akan mengeluarkan Perppu KPK kemudian muncul ancaman itu?," tanyanya lagi. 

4. Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai omong kosong Presiden bisa dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu

Anggota DPR Akui Ada Kesalahan Penulisan di UU Baru KPK, Kok Bisa?IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sementara, menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, narasi yang menyebut Presiden bisa dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu adalah omong kosong. Sebab, aturan seorang pemimpin negara bisa digulingkan sudah tertera di dalam UUD. Mengeluarkan Perppu tidak masuk ke dalam syarat seorang Presiden bisa dimakzulkan. 

"Lah, itu omong kosong lagi dari mana? Perppu kalau salah ya tinggal dibatalkan saja, tidak ada hukuman pidananya," kata Mahfud. 

Ia lalu memberi contoh di masa lalu Presiden SBY pernah mengeluarkan Perppu nomor 4 tahun 2008 mengenai Jaringan Pengamana Sistem Keuangan. Lalu, Perppu itu dibatalkan oleh DPR. 

"Setelah itu tidak ada hukuman pidananya. Wong, itu hukum administrasi negara. Kok lalu bisa mengimpeach Presiden, itu hanya tertera di pasal 7B UUD 1945," kata dia. 

Ia kembali memberi contoh dari kepemimpinan SBY. Selama memimpin, SBY sudah mengeluarkan 14 Perppu, tapi tidak ada satu pun narasi yang hendak memakzulkannya. 

"Tidak ada pula yang mempersoalkan kenapa ia mengeluarkan Perppu. Tinggal setuju atau tidak. Oleh sebab itu, jangan menyesatkan," ujarnya. 

Baca Juga: Pengamat: Presiden Tak akan Mudah Digulingkan karena Rilis Perppu KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya