25 Tewas Akibat Virus Corona di Tiongkok, Mayoritas Berusia Lanjut

Pemerintah telah menutup Kota Wuhan

Wuhan, IDN Times - Jumlah korban tewas akibat virus corona di Tiongkok meningkat menjadi 25 orang hingga Jumat (24/1) pagi. Otoritas kesehatan Tiongkok juga mengonfirmasi bahwa satu di antaranya adalah warga di luar Provinsi Hubei di mana kota Wuhan berada.

Dikutip dari AP, korban itu bertempat tinggal di Provinsi Hebei. Ia meninggal dunia setelah kembali dari menghabiskan waktu dua bulan di rumah saudaranya di Wuhan. Pakar penyakit sampar pun kini mulai melihat ada kesamaan di antara para korban.

1. Korban berusia lanjut dan punya riwayat menderita penyakit tertentu

25 Tewas Akibat Virus Corona di Tiongkok, Mayoritas Berusia LanjutSeorang staf menggunakan masker saat mengamati pemindai panas yang mendeteksi suhu tubuh penumpang di pemeriksaan keamanan Stasiun Kereta Hankou di Wuhan, Provinsi Hubei,Tiongkok, pada 21 Januari 2020. (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Seperti dilaporkan The New York Times, ketika korban masih berjumlah 17 orang pada Kamis (23/1), 13 di antaranya adalah laki-laki, sedangkan sisanya perempuan. Berdasarkan usia, yang termuda adalah perempuan 48 tahun. Ia mengembuskan napas terakhir setelah lebih dari sebulan positif terinfeksi.

Korban tertua adalah dua laki-laki berumur 89 tahun. Rata-rata usia mereka adalah 75 tahun dan mayoritas sudah menderita gangguan ginjal, hipertensi, diabetes serta parkinson. Sebagian besar dirawat di rumah sakit lebih dari seminggu, tapi ada dua yang meninggal saat baru empat hari menginap.

Dr. W. Ian Lipkin, seorang epidemiologis di Universitas Columbia, Amerika Serikat, sekaligus penasihat Pemerintah Tiongkok dan badan kesehatan dunia WHO saat wabah Sindrom Pernafasan Akut Berat (SARS), mengaku polanya sudah terlihat.

Virus corona sepertinya tidak menyerang orang-orang muda atau individu yang sehat. Lipkin menilai cukup melegakan bahwa "mayoritas kasus fatal terjadi pada orang tua dan/atau punya penyakit kronis, yang akan meningkatkan kerentanan mereka terhadap penyakit berinfeksi".

Baca Juga: Kebingungan dan Kemarahan Warga Wuhan Usai Kotanya Ditutup Pemerintah

2. Pemerintah dinilai lamban merespons penyebaran virus corona

25 Tewas Akibat Virus Corona di Tiongkok, Mayoritas Berusia LanjutPolisi paramiliter menggunakan masker saat berjaga di stasiun kereta Shanghai, Tiongkok, pada 22 Januari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Sementara itu, Dr. Guan Yi, seorang profesor penyakit menular di Hong Kong sekaligus pakar Sindrom Pernafasan Akut Berat (SARS), mengkritik otoritas di Wuhan karena terlalu lamban dalam merespons penyebaran virus corona. Ia juga menilai pemerintah telah menghalangi upayanya dalam menyelidiki penyebarannya.

"Saya merasa sangat tidak berdaya," kata Guan Yi, yang sukses mengidentifikasi virus corona penyebab SARS pada 2002 sampai 2003, kepada majalah Tiongkok Caixin. Pada Selasa (21/1), ia dan timnya tiba di Wuhan lalu kaget karena saat berada di pasar yang diduga asal virus itu, Guan menemukan pengunjung tak memakai masker.

"Saya kira saat itu, kita harus berada dalam 'situasi perang', tapi bagaimana bisa belum ada kewaspadaan?" tanya Guan. "Kasihan warga, mereka sedang bersiap-siap merayakan Tahun Baru dalam kedamaian dan tak tahu soal epidemik itu."

Dikutip dari South China Morning Post, seorang petugas medis mengaku Wuhan kekurangan berbagai perlengkapan dasar yang diperlukan saat ini. "Kami kekurangan segalanya, dari masker wajah sampai kacamata goggle," ucapnya.

3. Kota Wuhan ditutup, harga kebutuhan pokok melonjak

25 Tewas Akibat Virus Corona di Tiongkok, Mayoritas Berusia LanjutGrafik Virus Corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Saat ini dikabarkan ada lebih dari tiga kota di Provinsi Hubei yang ditutup. "Berdasarkan pengetahuan saya, mencoba membatasi sebuah kota dengan penduduk 11 juta jiwa merupakan hal baru ilmu pengetahuan," kata Gauden Galea, wakil WHO di Tiongkok, kepada AP.

"Ini belum pernah dicoba sebelumnya sebagai langkah kesehatan publik. Kami tak bisa berkata sekarang apakah itu akan berhasil atau tidak," tambahnya. Menurut Jonathan Ball, profesor virologi di Universitas Nottingham, Inggris, langkah itu tidak ada salahnya mengingat para pakar dan petugas medis masih berusaha memahami virus corona baru.

Warga pun menyebut Wuhan seperti kota mati di mana harga kebutuhan pokok melonjak karena pasar, toko, dan pusat perbelanjaan tutup. Alex Wang, seorang penduduk, mengatakan kepada South China Morning Post bahwa harga sebuah kubis sekarang mencapai Rp68 ribu. 

WHO sendiri mengatakan, sekarang belum waktunya mendeklarasikan situasi darurat kesehatan global. Namun, Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengingatkan ini bukan berarti "tanda bahwa WHO tak melihat situasi sekarang serius" atau "tak menilainya secara serius".

Baca Juga: Soal Virus Corona, WHO Sebut Belum Perlu Umumkan Darurat Global

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya