Kekerasan Online terhadap Perempuan Kini Bisa Dilaporkan

Cek apa saja bentuk kekerasan siber yang mengintai perempuan

Jakarta, IDN Times - Kini masyarakat dapat melaporkan tindak kekerasan yang di dalam dunia online atau siber kepada Bareskrim Polri. Bareskrim kini telah menyediakan portal yang dapat digunakan sebagai tempat pengaduan secara online oleh masyarakat, khususnya perempuan yang mengalami kekerasan siber.

"Silahkan mengisi beberapa hal yang ada di patrolisiber.id. Ada data yang harus diisi di portal itu untuk mengkonfirmasi pengaduan. Kapan saja di mana saja sangat mungkin bagi korban kekerasan di media online bisa melaporkan gak harus datang ke kantor kami," kata perwakilan dari Dittipid Siber Bareskrim Polri, AKBP Rita Wulandari Wibowo dalam diskusi rangka kampanye 16 hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Sabtu (30/11).

Dikusi yang digelar Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan bekerja sama dengan parpol dan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membahas mengenai pemberantasan kekerasan terhadap terhadap perempuan secara online. Diskusi yang diselenggarakan di At America Pacific Place, Jakarta Selatan juga menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan tersebut.

1. Laporan akan ditangani sesuai tahapan

Kekerasan Online terhadap Perempuan Kini Bisa DilaporkanDiskusi dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada Sabtu (30/11) di at America, Jakarta Selatan (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Dia juga meminta pengertian masyarakat agar memahami bahwa tidak serta merta seluruh pengaduan online yang masuk akan segera ditangani. "Semua ada fasenya," kata Rita singkat.

Baca Juga: Memaknai Perlawanan Kekerasan Terhadap Perempuan Lewat Seni Lantern

2. Rita ungkap tujuan pengaduan online dibuat

Kekerasan Online terhadap Perempuan Kini Bisa DilaporkanDiskusi dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada Sabtu (30/11) di at America, Jakarta Selatan (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Rita menjelaskan, salah satu tujuan portal pengaduan online ini dibuat bukan semata-mata untuk memudahkan pekerjaan kepolisian. "Minimal mereka menyuarakan. Kita membuat mereka berani menyuarakan," kata Rita.

Menurut Rita, sejumlah kekerasan yang dialami perempuan secara online tidak dapat terungkap dan diselesaikan jika korban justru memilih bungkam karena tidak berani mengadukan kekerasan yang dialami.

Dengan harapan lebih banyak korban yang berani bersuara, Bareskrim pun lantas membuka portal pengaduan online tersebut.

3. Mengajak seluruh perempuan bergerak mendukung sesama perempuan

Kekerasan Online terhadap Perempuan Kini Bisa DilaporkanDiskusi dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada Sabtu (30/11) di at America, Jakarta Selatan (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Menurut perwakilan Purple Code, Dhyta Caturani, kekerasan berbasis gender kekerasan secara online merupakan bentuk perpanjangan tangan yang berakar dari patriarki. Bentuk kekerasan ini menurut Dhyta bukan bentuk baru.

"Maka, kita harus menggunakan teknologi juga sebagai perpanjangan tangan untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan baik online maupun offline," kata Dhyta.

Dhyta mengajak perempuan untuk menghimpun kekuatan agar dapat melawan bentuk kekerasan ini sebagai dukungan bagi sesama perempuan. "Yang perlu kita lakukan adalah bergerak secara solidaritas, bergerak bersama," lanjut dia.

4. Bentuk-bentuk kekerasan siber yang mengintai perempuan

Kekerasan Online terhadap Perempuan Kini Bisa DilaporkanDiskusi dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada Sabtu (30/11) di at America, Jakarta Selatan (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Dhyta menjelaskan kekerasan yang dialami perempuan umumnya banyak hal-hal terkait seksual. Dhyta menyebutkan beberapa contoh bentuk kekerasan siber yang mengintai perempuan, antar lain doxing, pencurian identitas, akses akun tanpa otorisasi, mata-mata, dan contoh lainnya.

"Lalu ada ujaran kebencian dan diskriminasi. Ada intimidasi yang biasanya diikuti oleh pemerasan dalam bentuk uang," lanjut Dhyta.

Ada juga ancaman fisik dan kekerasan seksual yang menyimpang perempuan dalam dunia siber termasuk salah satunya honey trap. Honey trap menurut Dhyta umumnya terjadi melalui aplikasi dating. Bentuknya bisa berupa perkosaan atau pemerasan uang.

Bentuk kekerasan lain menurut Dhyta adalah distribusi foto dan video intim tanpa persetujuan. Dhyta juga mengaku memahami jika banyak perempuan yang jadi korban enggan untuk buka suara.

"Kebanyakan korban takut melaporkan ke polisi karena takut kena Undang-Unang Pornografi dan Pornoaksi," kata Dhyta.

Baca Juga: Angka Kekerasan terhadap Perempuan di Sulsel Capai 605 Kasus 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya