Belajar dari Rumah ala Siswa-siswi di Tenda Darurat Bencana Alam Palu

Biaya ekstra untuk paket data menambah beban keluarga

Palu, IDN Times - Pandemik virus corona mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Di Indonesia, seperti kebanyakan negara lain, menerapkan pembatasan aktivitas di luar rumah, termasuk aktivitas belajar mengajar anak sekolah. Sudah sebulan lamanya, kebijakan belajar dari rumah diterapkan di Tanah Air.

Aturan itu pun diberlakukan di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu, Ansyar Sutiadi, mengeluarkan surat edaran libur sekolah mulai dari tingkat PAUD hingga sekolah menengah pertama (SMP) sederajat per hari Selasa, tanggal 17 Maret 2020 silam.

Rapat terbatas lintas sektor yang dilakukan di ruang Bantaya kantor Wali Kota Palu, Minggu (15/3) lalu itu menyepakati sebanyak 400 sekolah dialihkan pembelajarannya ke rumah masing-masing siswa dan guru.

”Kurang lebih 50 ribu siswa diliburkan selama 14 hari kedepan. Untuk keputusan SMA itu wewenang Disdikbud provinsi Sulawesi Tengah nanti,” kata Ansyar Sutiadi kala itu.

Pengalaman belajar dari rumah, diceritakan Ardiansyah, siswa kelas 5 SDN Balaroa, Kecamatan Palu Barat. Dari tenda darurat tempat tinggalnya, ia mengungkapkan rasa rindu pada suasana sekolahnya. 

“Senang sebenarnya, cuma makin hari makin bosan. Belum lagi tidak ada uang jajan sekolah,” katanya, saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (23/4).

1. Mengasah semangat belajar di tenda darurat

Belajar dari Rumah ala Siswa-siswi di Tenda Darurat Bencana Alam PaluIDN Times/M Faiz Syafar

Ardiansyah merupakan salah satu penyintas bencana likuefaksi yang melanda Perumnas Balaroa, Palu, Jumat petang, 28 September 2018 silam. Rumah yang ditinggalinya bersama kedua orangtua dan dua saudaranya lenyap ditelan bumi. Pun demikian dengan sekolahnya.

“Alhamdulillah saya selamat pas bencana itu, tapi banyak teman sekolah dan bermain ku meninggal,” cerita anak 11 tahun itu.

Saat ini, ia tinggal di tenda darurat di jalan Sumur Yuga, Kelurahan Balaroa. Lokasi itu jadi pusat pengungsian sementara korban pergerakan tanah di Perumnas Balaroa. Satu sekolah darurat di kawasan itu, menampung seluruh anak penyintas likuefaksi Balaroa.

Sejak diminta untuk belajar dari rumah, ia mengaku harus selalu menjaga semangat belajarnya walau tidak didampingi guru secara langsung. 

2. Tak semua siswa memiliki handphone

Belajar dari Rumah ala Siswa-siswi di Tenda Darurat Bencana Alam PaluIDN Times/M Faiz Syafar

“Sudah mau empat minggu tidak sekolah. Lalu itu imbauan dari pemerintah libur sampai dua minggu. Pas-pas bertambah lagi korban corona, tambah lagi dua minggu,” ujar Ardiansyah.

Tidak seperti siswa sekolah kebanyakan, Ardiansyah dan kawan-kawannya tidak melakukan proses belajar secara daring atau online. Guru sekolah hanya menugasi untuk menyelesaikan semua tugas melalui buku lembar kerja siswa (LKS).

“Caranya cuma PR dari buku LKS ini saja. Dibilang guru tidak semua anak SD punya hp android,” ucapnya sembari memperlihatkan 15 soal pertanyaan yang telah dikerjakannya di lembaran LKS.

Untuk seluruh mata pelajaran di kelasnya yang digabung jadi 4 mata pelajaran, kata dia masing-masing sebanyak 30 nomor PR yang diberikan guru.

Baca Juga: 10 Oleh-oleh Khas Palu yang Paling Dicari dan Wajib Kamu Bawa Pulang

3. Fasilitas pembelajaran jadi permasalahan lain

Belajar dari Rumah ala Siswa-siswi di Tenda Darurat Bencana Alam PaluSalah satu kawasan bermain bagi anak-anak di kawasan Balaroa, Kota Palu. IDN Times/M Faiz Syafar

Ardiansyah menceritakan, ia harus berbagi pemakaian handphone dengan kakaknya agar bisa memperoleh informasi dari guru sekolah. Gurunya menyampaikan tugas-tugas sekolah melalui pesan WhatsApp. "Guru kasih tahu bagian PR ku itu di kirim di WA-nya kakak ku. Sedangkan kakak ku juga banyak tugasnya di HP-nya,” keluhnya.

Alisiyah, kakak kandung Ardiansyah juga tengah sibuk-sibuknya dengan sederet tugas sekolah. Siswi kelas 3 SMPN 13 Palu mengaku membutuhkan biaya ekstra untuk membeli kuota internet. Terlebih, tugas sekolahnya tak hanya catatan soal, namun lebih sering menggunakan aplikasi Zoom untuk melihat penjelasan pelajaran dari guru.

“Lebih sering guru menerangkan kalau bukan di video call WhatsApp atau di aplikasi Zoom itu. Dan durasinya lama, jadi banyak makan paket data,” ungkap Alisiyah.

Di balik kesulitan belajar di tenda darurat itu, kakak beradik ini juga merasa bersyukur dikarenakan tak perlu cemas apakah mereka naik kelas atau tidak.

“Iya, guru bilang tidak ada ujian nasional, karena virus corona ini. Langsung naik kelas, senang juga rasanya,” sumringah Ardiansyah dan Alisiyah.

4. Capaian kurikulum tidak maksimal

Belajar dari Rumah ala Siswa-siswi di Tenda Darurat Bencana Alam PaluIDN Times/M Faiz Syafar

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu, Ansyar Sutiadi mengatakan penambahan libur peserta didik mulai PAUD hingga SMP sederajat terhitung mulai tanggal (28/4) di hari Selasa.

“Sampai tanggal 29 Mei bulan depan. Itu mengacu dengan ketentuan gubernur hingga presiden,” terang Ansyar saat dihubungi IDN Times di Palu, Jumat (24/4).

Ia menerangkan, kendala yang dialami siswa saat belajar di rumah adalah fasilitas pendukung pembelajaran. “Selain itu karena kita tidak bisa belajar di sekolah maka belajar melalui online. Sehingga capaian kurikulum itu tidak maksimal,” kata Ansyar.

”Kita melihat nilai-nilai, rapor sebelumnya kemudian nilai portofolio lainnya. Yang tidak ada memang ujian (tatap muka),” imbuhnya.

Tak lupa ia mengajak seluruh siswa di Kota Palu untuk tetap semangat belajar dari rumah, meski tak ada pendampingan langsung dari guru sekolah. "Dan utamakan perhatikan kesehatan walaupun di rumah,” tandas Ansyar.

Baca Juga: Corona Makin Mengimpit Kehidupan di Tenda Darurat Bencana Alam Palu

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya