Penjelasan Polisi soal Peristiwa di Desa Adat Pibabu NTT 

Tidak ada tembakan peringatan

Jakarta, IDN Times - Kapolres Timor Tengah Selatan AKBP Ariasandy angkat bicara soal isu tembakan di Desa Pibabu, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Aria, suara tembakan yang terdengar bukanlah tembakan peringatan. Melainkan tembakan gas air mata yang tidak diarahkan ke warga yang ada di lokasi masyarakat adat Pubabu.

"Akhirnya anggota Brimob melepaskan gas air mata ke arah tanah di depan kaki anggota itu sendiri, tidak ke arah masyarakatnya, tidak mengarah ke situ dan tujuan itu supaya masyarakat itu bisa mengikuti imbauan," kata Aria kepada IDN Times, Rabu (19/8/2020).

Aria juga menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi pada 18 Agustus tersebut adalah rangkaian kegiatan penertiban dari Dinas Peternakan Provinsi NTT, yang dibantu polisi dan TNI untuk merelokasi warga yang berusaha bertahan di desa tersebut.

Kegiatan penertiban itu sendiri merupakan tahap yang ketiga dan sudah berlangsung sekitar 10 hari. Penertiban ini sudah berjalan sejak Maret 2020.

Baca Juga: Presiden Jokowi Kenakan Baju Adat Timor Tengah Selatan di HUT ke-75 RI

1. Pemda sudah berikan opsi, tapi sebagian warga tetap bertahan

Penjelasan Polisi soal Peristiwa di Desa Adat Pibabu NTT Ilustrasi (IDN Times/Irma Yudistirani)

Menurut Aria, Dinas Peternakan NTT meminta bantuan TNI dan Polri menertibkan proses realokasi tersebut, karena sebagian warga berusaha bertahan di lokasi.

Sebenarnya, kata Aria, pemerintah daerah setempat sudah memberikan opsi kepada masyarakat dengan menyediakan lahan seluar 800 meter sebagai hak milik, dan dibangunkan rumah serta diberikan pekerjaan.

"Mereka juga dipekerjakan di instalasi peternakan, tapi mereka tetap tidak terima. Kemarin itu sudah direlokasi semua, mereka bersedia rumahnya dirubuhkan, lalu dibangun rumah baru, sudah dibangunkan sama Pemprov, tapi tetap mereka dari lokasi itu tidak mau bergeser," ujar dia.

2. Aparat menahan orang yang menyembunyikan bubuk mesiu

Penjelasan Polisi soal Peristiwa di Desa Adat Pibabu NTT Ilustrasi polisi. IDN Times/Arief Rahmat

Sebelumnya, akun Twitter @Soliper_SP mengungkapkan, terdengar suara sejumlah tembakan di Desa Pibabu. Kemudian mereka mengetahui hal ini melalui panggilan telepon dari sejumlah warga di desa tersebut dan disebutkan ada penahanan terhadap sejumlah perempuan dan anak-anak.

Menanggapi hal ini, AKBP Aria mengatakan, tidak ada perempuan dan anak-anak yang ditahan. Mereka yang ditahan adalah orang dengan kasus yang berbeda.

"Ada orang yang dicurigai sama anggota kita, masuk ke dalam rumah diikuti ternyata di dalam rumah itu dia menyembunyikan tas ditutup dengan karung, itu diselidiki ternyata di situ ada bubuk mesiu," katanya.

3. Berhati-hati tangani kasus yang melibatkan anak dan perempuan

Penjelasan Polisi soal Peristiwa di Desa Adat Pibabu NTT IDN Times/Kevin Handoko

Aria memastikan, jajarannya telah diperintahkan untuk berhati-hati dalam menangani kasus yang melibatkan perempuan dan anak.

"Nah anggota kita tidak mau bersentuhan dengan mereka karena riskan, karena itu perempuan dan anak-anak, artinya sudah kita kasih gambaran mereka bahwa hati-hati, karena gerakan mereka ini sudah berafiliasi dengan  Komnas HAM, perempuan. Mereka pasti akan mencari momen di mana ada gambar ada kejadian yang mereka frame," ujar Aria.

4. Konflik antara Masyarakat Adat Pubabu dan Pemerintah Provinsi NTT sudah berlangsung lama

Penjelasan Polisi soal Peristiwa di Desa Adat Pibabu NTT Komisioner Komnas HAM, Beka Hapsa (Youtube.com/ICRP4Peace Channel)

Kasus ini diketahui pada Selasa, 18 Agustus 2020, dari cuitan akun Twitter @Soliper_SP.

"Pada upacara #75TahunIndonesiaMaju, @jokowi mengenakan pakaian adat Timur Tengah Selatan (TTS). Hari ini kami dihubungi perempuan & anak Desa Pubabu, Kab TTS, NTT. Mereka menangis mendengar tiga kali tembakan peringatan yang dikeluarkan oleh Brimob," demikian cuitan @Soliper_SP.

Masyarakat adat Pubabu tinggal di Hutan Pubabu, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pemprov NTT.

Perwakilan Solidaritas Perempuan, Andriyen menjelaskan, konflik yang terjadi antara Masyarakat Adat Pubabu dan Pemerintah Provinsi NTT dimulai saat pelaksanaan proyek percontohan intensifikasi peternakan.

Proyek ini adalah kerja sama antara Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Australia. Konflik ini telah berlangsung sejak 1982.

Sementara menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), masyarakat Adat Pubabu bersikeras menolak keinginan Pemerintah Provinsi NTT untuk mengosongkan pemukimannya. Imbas dari penolakan itu, mereka dikabarkan mengalami tindakan kekerasan dan penggusuran dari tanah leluhur yang mereka huni.

“Komnas HAM telah menerima pengaduan dari masyarakat adat Perbabu pada Jumat (7/8/2020). Berdasarkan keterangan saksi dan korban, terdapat dugaan adanya kekerasan, upaya paksa, dan pelanggaran HAM dalam proses pengosongan pemukiman mereka,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, seperti dikutip dari keterangannya, Selasa (18/8/2020).

Komnas HAM, kata Beka, menyayangkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. “Komnas HAM akan segera mengagendakan peninjauan langsung terkait kasus masyarakat adat Pubabu," kata dia.

Sebelumnya, disebutkan Komnas HAM telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemprov NTT pada 2012. Namun, Pemprov NTT dikabarkan tidak mengindahkan rekomendasi itu.

Baca Juga: Komnas HAM Kecam Tindakan Represif yang Dialami Masyarakat Adat Pubabu

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya