Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang Sendiri

Mereka dua tahun menanti kepastian dari pemerintah

Donggala, IDN Times - Dua tahun menanti kepastian Hunian Tetap (Huntap) dari Pemerintah, sebanyak 15 keluarga nelayan di Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah akhirnya memutuskan untuk relokasi mandiri dengan dana sendiri.

Belasan keluarga tersebut merupakan korban gempa dan tsunami yang terjadi 28 September 2018. Rencananya pembangunan huntap akan diselesaikan dalam waktu dua bulan.

“Kita mulai membangun setelah peletakan batu pertama oleh Bupati Donggala, Kasman Lassa,” sebut Ferdy (38), salah satu warga Desa Tompe, Jumat (16/4/2021).

Baca Juga: Kisah Kuco, Penyintas Gempa Palu Jalani Ramadan di Huntara

1. Cerita nelayan menanti kepastian huntap

Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang SendiriIDN Times/Kristina Natalia

Sebanyak 15 keluarga korban gempa dan tsunami di Desa Tompe sepakat ikut relokasi mandiri dan mencari lahan untuk pembangunan hunian. Relokasi mandiri ini telah direncanakan pertengahan 2019 dan pembangunanya baru dimulai awal April 2021.

“Betul-betul penuh perjuangan, 12 kali kita cari lokasi dan baru dapat di Desa Balentuma ini,” tutur Ferdy.

Selama lebih dua tahun, para korban gempa dan tsunami tinggal di Hunian Sementara (huntara). Sementara rumah para kelompok nelayan yang berada dekat pesisir pantai tersebut tak lagi digunakan.

Belum lagi dari cerita Ferdy, aktivitas sebagian besar korban gempa dan tsunami akan terhenti saat banjir rob yang melanda pemukiman dan ruas jalan di Desa Tompe dan desa lainnya.

“Dua kali dalam sebulan ada banjir rob, yah sama sekali tidak bisa lagi beraktivitas. Kami pun nelayan tidak bisa melaut,” dia menuturkan.

Dalam prosesnya, lokasi pembangunan huntap harus memperhatikan zona aman dari bencana termasuk dari banjir rob, dekat dengan kegiatan ekonomi, dan mudah dijangkau.

"Kami memilih relokasi mandiri, karena katanya huntap yang dibangun pemerintah jauh dari laut, sementara kami nelayan tidak bisa terlalu jauh dari laut. Nah lahan yang ini disetujui pemerintah juga," cerita Ferdy.

2. Bangun huntap dengan struktur rumah tahan gempa

Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang SendiriIDN Times/Kristina Natalia

Pembangunan huntap akan dikerjakan oleh masing-masing pemiliknya dibantu warga Desa Tompe. Pembangunan dengan struktur Rumah Tahan Gempa (RTG), teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) tipe 36.

Belasan keluarga penyintas Desa Tompe mendapat bimbingan dari Relawan Arsitek Komunitas (Arkom) Palu, yang berada dibawah Yayasan Arsitek Indonesia. Bersama penyintas membentuk Tim Pembangunan Kampung (TPK) yang diberi nama kelompok Mosinggani Mombangu Ngata yang artinya bersama membangun daerah.

Keluarga yang memilih relokasi mandiri mendapat bantuan Rp50 juta untuk pembangunan rumah. Dari anggaran itu, Rp40 juta diperuntukan untuk pembelian material dan Rp10 juta untuk upah kerja tukang.

Uniknya, dari biaya upah kerja tukang, 15 keluarga ini sepakat mengambil Rp5 juta untuk dibelikan tanah seharga Rp60 juta dengan luas 2.876 meter persegi.

“Terkumpullah 75 juta dari kami 15 keluarga ini. Kami beli tanahnya dan sisanya kami pakai untuk urus sertifikat tanah,” jelas Ferdy.

Pada pengerjaannya, panel RTG RISHA juga dikerjakan oleh warga yang telah mendapat pembinaan. “Sebenarnya pembangunan ini dari warga dan untuk warga,” tuturnya.

“Bahan bangunan kami beli dari warga dan yang kerjakan rumah adalah warga. Untungnya di warga dari uang Rp50 juta yang dikasih itu,” tambahnya.

3. Kelompok keluarga nelayan akan mengelola lahan perkebunan

Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang SendiriIDN Times/Kristina Natalia

Banjir rob tak hanya merendam Desa Tompe, melainkan juga Desa Balentuma, Dampal, Lompio, Lende, Ujumbou, Tondo dan Tanjung Padang yang ada di Kecamatan Sirenja. 

Atas dasar inilah puluhan rumah hingga lahan perkebunan warga menjadi rusak dan tak bisa difungsikan lagi.  Selain membangun huntap, 15 kelompok keluarga nelayan itu juga diberi bantuan pengelolaan lahan untuk pertanian.

Sebenarnya lahan tersebut diperuntukkan untuk pembangunan huntap, namun dikarenakan aturan pemukiman harus jauh dari sungai maka lahan itu tetap difungsikan sebagai perkebunan.

Kata Ferdy, lahan itu juga nantinya akan dikelola oleh kelompok keluarga nelayan yang tinggal di huntap. “Jadi kita dapat banyak keuntungan, kalau lagi susah penghasilan melaut maka kami bisa berkebun,” terangnya.

Baca Juga: Desa Dalaka Donggala yang Bertahan Jadi Sentra Produksi Kapuk

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya