Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19

Daerah ramai-ramai mendesak pemerintah pusat

Makassar, IDN Times - "Saya dijamin untuk tempat tinggal iyah, saya dijamin untuk biaya makan di sini (tempat karantina) iyah, tapi saya tidak ada jaminan untuk memberikan hak-hak kepada istri dan anak saya."

Kalimat itu diucapkan seorang dokter praktik yang ditugaskan menangani pasien virus corona atau COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Di tengah perjuangan melawan pandemik itu, dokter yang enggan dituliskan namanya dipusingkan pula dengan kewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Padahal, kata dia, pemerintah menjanjikan insentif bagi tenaga kesehatan agar mereka tak perlu khawatir dengan urusan dapur di rumah.

"Kami meninggalkan tempat praktik kami di sini sudah satu bulan setengah tidak ketemu anak istri kami dan tidak ada pemasukan," katanya, Jumat, 8 Mei 2020.

Penyaluran uang dari Pemerintah Pusat sebesar Rp5,6 triliun khusus untuk tenaga kesehatan tak luput dari sorotan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Bahkan, Jokowi menyinggung Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyoal prosedur di Kementerian Kesehatan yang terlalu bertele-tele, sehingga membuat bantuan dan pembayaran insentif terhambat.

"Kalau aturan di permen (peraturan menteri)-nya terlalu berbelit-belit, ya disederhanakan," ujar Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juni 2020.

Sengkarut pencairan insentif dirasakan di hampir seluruh daerah di Indonesia. Padahal, kebutuhan hidup tenaga kesehatan dan keluarga tidak bisa menunggu proses berbelit dari pemerintah. Dokter Sugih di Makassar, mengaku dadanya menghangat tatkala istrinya mengirim pesan Whatsapp terkait pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Sugih meninggalkan istri dan anak berumur tiga bulan di rumah karena ia ditugaskan menjadi dokter pendamping di lokasi isolasi pasien COVID-19 di Makassar. Sudah hampir tiga bulan lamanya dia tak pulang ke rumah.

"Bercampur semua rasa kecewa di situ," aku Sugih, Kamis, 2 Juli 2020. Kekecewaan Sugih yang menumpuk membuatnya menyerah. Ia tak ingin tugasnya menangani pasien corona diperpanjang.

1. Tenaga kesehatan di garda terdepan penanganan COVID-19

Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19Ilustrasi petugas medis. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Hal yang dirasakan dokter di Banten dan Sulsel, juga banyak dialami oleh nakes di berbagai daerah di Indonesia. Posisi dilematis antara pengabdian di bawah Sumpah Hipocrates dengan bahaya penularan virus corona, diperparah oleh janji-janji dari pemerintah pusat. Tak berlebihan jika para nakes berharap perhatian khusus dari pemerintah.

Bahaya nyata itu terbukti telah merenggut nyawa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan karena terjangkit virus corona. Terbaru, seorang dokter di Kota Surabaya meninggal dunia setelah terinfeksi COVID-19. Ia adalah dr Putri Wulan Sukmawati, dokter residen Fakultas Kesehatan Universitas Airlangga. Putri diketahui meninggal dunia Minggu, 5 Juli 2020, pukul 23.58 WIB.

Putri merupakan seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di FK Unair yang berpraktik di RSUD Dr. Soetomo. Ia tengah menempuh studi untuk menjadi spesialis Ilmu Kesehatan Anak. Namun sayang, perjalanan Putri terhenti setelah diketahui terinfeksi COVID-19.

"Kami sudah berusaha sekuat tenaga, melakukan berbagai upaya untuk mencegah dokter-dokter kami terinfeksi," ujar Kepala Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan Humas RSUD Dr. Soetomo dr Pesta Parulian Maurid Edwar saat dihubungi IDN Times.

Di Jawa Barat, duka yang sama juga dirasakan para nakes. Laporan Dinas Kesehatan setempat pada akhir Juni lalu, tercatat 191 nakes yang dinyatakan terpapar virus corona. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya meninggal dunia.

"Total tenaga kesehatan meninggal terinfeksi COVID-19 ada lima orang. Meninggal bukan karena merawat pasien COVID-19," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Jabar Berli Hamdani.

Jumlah kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi COVID-19 tersebut berdasarkan data sejak 2 Maret hingga 25 Juni 2020. Berli mengatakan wilayah dengan kasus penularan terhadap tenaga kesehatan yang paling banyak ada di Kota Depok, Kota Bogor, dan Kota Sukabumi. 

Selain nakes yang dinyatakan positif meninggal, ada juga 1.076 nakes yang berstatus dalam pemantauan atau PDP. Namun, dia tidak menyebut secara rinci berapa jumlah nakes yang telah selesai diawasi dan sembuh dari virus corona.

"Terbanyak di Kota Depok, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bogor," Berli menerangkan.

2. Rumitnya verifikasi membuat insentif bagi tenaga kesehatan susah cair

Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19Ilustrasi tenaga medis. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Direktur Rumah Sakit Daerah Khusus Dadi Makassar, dr Arman Bausat menilai, insentif yang tak kunjung cair disebabkan persoalan administrasi. "Ini verifikasinya yang rumit. Jadi apa yang dijanjikan oleh pemerintah tidak serta merta (cair). Misalnya untuk dokter spesialis yang Rp15 juta per bulan itu belum semuanya dapat," kata dr Arman di Makassar, Selasa, 30 Juni 2020.

Arman mengatakan, tenaga kesehatan di RSKD Dadi baru menerima sebagian insentif pada bulan April 2020. Sedangkan insentif untuk Mei dan Juni belum sama sekali diterima. Menurut dia, rumitnya persoalan administrasi menjadi salah satu kendala. Misalnya, belum jelas kebijakan soal klasifikasi insentif bagi dokter spesialis selain tenaga kesehatan umum.

Arman kemudian membandingkan insentif bagi dokter spesialis yang masuk selama 30 hari masa kerja dengan dokter yang hanya tiga hingga sepuluh kali masuk dalam satu bulan. Jumlah insentifnya sama. Proses verifikasi pun disebut lumayan panjang.

"80 persen sudah dikasih untuk bulan April. Insentif nakes setelah diverifikasi oleh tim, baik dari Dinas Kesehatan mau pun tim yang lain di Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes sudah disetujui tapi belum dibayar," Arman menerangkan.

Senada dengan Arman, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan, insentif dari pemerintah pusat bagi para tenaga kesehatan yang melayani pasien COVID-19 masih belum dicairkan oleh pemerintah pusat. Lantaran, proses verifikasi tenaga kesehatan masih berlangsung di Kementerian Kesehatan.

"Tapi untuk dari kami sudah kami usulkan. Sudah dilakukan kelengkapannya lalu kita kirimkan ke kemenkes," kata Ati kepada IDN Times, Senin, 29 Juni 2020.

Persoalan verifikasi tenaga kesehatan juga mengakibatkan seluruh tenaga kesehatan di Kota Solo, Jawa Tengah, meradang. Tak ada satupun dari mereka yang telah menerima insentif hingga 1 Juli 2020. Kepala Dinas Kesehatan Kota Solo, Siti Wahyuningsih mengatakan, proses pencairan dana tersebut saat ini sedang melalui tahap verifikasi di Kementerian Kesehatan.

Menurutnya, proses pencarian dana tidak serta merta langsung dikucurkan, akan tetapi harus melalui beberapa tahap sesuai dengan aturan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.01/07/MENKES/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani COVID-19.

"Saat ini masih proses verifikasi, ini kita juga nunggu-nunggu. Nanti kalau sudah cair akan ditransfer ke rekening masing-masing tenaga kesehatan," ujarnya ditemui IDN Times di Solo, awal Juli.

Siti menjelaskan tenaga kesehatan yang berhak menerima insentif adalah mereka yang menangani COVID-19 dan mengantongi surat tugas dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, surat pernyataan melaksanakan tugas (SPMT), surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM), dan Surat Keputusan tim verifikator.

3. Daerah ramai-ramai mendesak pemerintah pusat

Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19IDN Times/Debbie Sutrisno

Keterlambatan pencairan insentif dari pemerintah pusat membuat pihak di daerah dongkol. Persatuan Perawat Pengurus Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur (Jatim), misalnya, terus mendesak pemerintah segera menepati janji-janjinya kepada perawat yang menangani pasien COVID-19. Sebab, sejauh ini tunjangan insentif yang dicairkan di Jatim baru sedikit.

Ketua DPW PPNI Jatim Nursalam mengungkapkan, pencairan insentif bagi perawat hingga saat ini baru terealisasi 20 persen saja. Dia pun mempertanyakan sisa insentif yang belum diberikan oleh pemerintah.

"Termasuk insentif yang diberikan sesuai atau tidak. Karena dari yang dijanjikan pemerintah, baru 20 persen yang diberikan di Jatim itu, yang lainnya belum semuanya," ujarnya kepada IDN Times, Minggu, 28 Juni 2020.

Desakan yang sama juga diungkapan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Kang Emil ikut geram karena dana untuk insentif tenaga kesehatan belum juga cair dari pemerintah pusat. Sebab, Pemprov Jabar juga jadi harus menunggu pencairan oleh Kementerian Kesehatan untuk kemudian berlanjut ke pemerintah daerah.

"Kalau dana mah udah ada, makanya kemarin saya geregetan juga kan, karena pusatnya belum clear, kami juga agak repot," ujar Emil di Kantor Mapolda Jabar, Rabu 1 Juli 2020.

Emil menyebut, Pemprov Jabar sudah menyediakan dana sebesar Rp26 miliar sebagai insentif bagi tenaga kesehatan di wilayahnya. Akan tetapi, dia mengaku tak dapat mendahului pemerintah pusat soal pemberian insentif bagi tenaga kesehatan.

"Ya kita sudah siapkan Rp26 miliar, tapi poinnya kan kita tidak bisa mendahului pusat supaya alokasinya sesuai dan tepat sasaran dengan hierarki," tambah Emil.

Sementara itu, Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo menagih janji Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat Pengarahan Presiden RI untuk Penanganan COVID-19 di Jawa Tengah, Selasa, 30 Juni 2020. Rudy meminta Ganjar merealisasikan janjinya soal insentif tenaga kesehatan dan alat kesehatan di RSUD Bung Karno Solo. Hal itu disampaikannya kepada Presiden Joko Widodo.

"Sesuai perintah Pak Gubernur (Ganjar), RSUD Bung Karno sebagai rumah sakit khusus virus corona. Sampai hari ini pengajuan yang diperintahkan (Ganjar) soal insentif nakes belum direalisasi pembayarannya. Alat-alat kesehatan yang kita ajukan belum ada kejelasan. Mohon segera direalisasikan," ungkap Rudy kepada Jokowi melansir tayangan resmi Sekretariat Kabinet.

Desakan juga mengemuka dari tenaga kesehatan di Bali. Insentif yang dijanjikan oleh Pemerintah Pusat sejak bulan Maret hingga 4 Juli 2020, belum juga diterima oleh nakes di Kabupaten Tabanan. Sebagai rumah sakit rujukan regional untuk COVID-19 di Bali, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan sudah mengusulkan 228 nakes yang akan menerima insentif.

Kepala Bidang Keuangan RSUD Tabanan, I Nengah Juliasa mengungkapkan rekapan bulan Maret hingga Mei, RSUD Tabanan telah mengusulkan total insentif sebesar Rp608.636.363 untuk 228 nakes.

"Data setiap bulan berbeda-beda jumlah nakes yang diusulkan karena sesuai juknis. Tetapi jika ditotal ada sebanyak 228 orang tenaga kesehatan yang diusulkan dari bulan Maret-Mei," kata Juliasa, 4 Juli 2020.

Keterlambatan pemerintah pusat membuat Provinsi Sumatera Selatan berinisiatif memberikan insentif bagi para tenaga kesehatan. Kepala Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan dari Dinas Kesehatan provinsi, Yusnita Satya Fitri, saat dikonfirmasi IDN Times, Senin, 29 Juni 2020, mengungkapkan, pihaknya telah menyalurkan insentif yang bersumber dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dari masing-masing APBD.

"Jadi yang mengajukan itu tetap dari Satker masing-masing wilayah diketuai Kepala Dinas Kesehatan. Dana dari pusat tidak lagi ke Dinkes Sumsel. Kalau sesuai KMK 278 yang ditanggung Kemenkes hanya di bulan Maret, April dan Mei, sedangkan untuk Juni masih menunggu arahan pusat," ungkap Yusnita.

Baca Juga: Banyuwangi Beri Insentif Rp3,9 Miliar untuk Nakes COVID-19

4. Pemerintah daerah kebut proses verifikasi tenaga kesehatan

Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19Imunisasi bayi di tengah pandemik COVID-19 (ANTARA FOTO/Fauzan)

Panjangnya alur birokrasi yang disebut-sebut menjadi kendala dalam penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan di Indonesia, membuat setiap daerah mempercepat proses verifikasi data tenaga kesehatan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang memastikan, insentif bagi tenaga medis atau kesehatan yang menangani pasien COVID-19 segera cair. Saat ini Dinkes tengah mengebut proses verifikasi terhadap 4.000 tenaga kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

Proses verifikasi menurut Dinkes sangat diperlukan untuk memenuhi persyaratan administrasi pencairan insentif tersebut. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Tangerang, Achmad Muchlis menjelaskan, insentif terhadap tenaga kesehatan Kabupaten Tangerang dipastikannya akan cair, meskipun ia tidak mengetahui waktu proses pencairan insentif itu.

"Verifikasi sedang kami kebut, karena ada beberapa persyaratan agar insentif itu cair," jelasnya kepada IDN Times, Rabu, 1 Juli 2020.

Muchlis mengatakan, insentif tersebut hanya untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien terkait COVID-19, di rumah sakit di Kabupaten Tangerang. Menurutnya, proses verifikasi juga akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

"Sebenarnya kalau sudah diverifikasi itu sudah bisa dicairkan," ujarnya.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), insentif untuk para tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 di rumah sakit milik provinsi maupun lima kabupaten/kota di DIY masih menanti tahap verifikasi di PPSDM Kementerian Kesehatan.

"Kalau di DIY sudah kita usulkan semuanya, tanggal 10 juni DIY sudah mengusulkan tenaga kesehatan yang mendapatkan insentif karena beliau-beliau ini menangani COVID-19," kata Ketua Tim Verifikator Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani COVID-19 Dinas Kesehatan DIY Yuli Kusumastuti ketika dihubungi, Senin, 29 Juni 2020.

5. Janji Kemenkes menuntaskan pencairan insentif pada pekan ketiga Juli 2020

Sengkarut Birokrasi Pencairan Insentif bagi Tenaga Kesehatan COVID-19IDN Times/Debbie Sutrisno

Sebelumnya, Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyebut pemerintah akan memberikan insentif kepada tenaga medis yang menangani pasien virus corona atau COVID-19. Hal itu juga sudah dihitung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Kita telah rapat dan telah diputuskan, telah dihitung oleh Menteri Keuangan bahwa akan diberikan insentif bulanan kepada tenaga medis," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Adapun jumlah insentif yang diberikan adalah sebagai berikut: 

Dokter spesialis: Rp15 juta

Dokter umum dan dokter gigi: Rp10 juta

Bidan dan perawat: Rp7,5 juta

Tenaga medis lain: Rp 5 juta

Santunan kematian: Rp 300 juta

"Dan tenaga medis lain akan diberikan Rp5 juta dan diberikan santunan kematian Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk daerah yang menyatakan tanggap darurat," jelas Jokowi.

Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menjelaskan, pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp5,6 triliun.

Dari jumlah itu, Rp3,7 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK).

"Sisanya, Rp1,9 triliun dikelola oleh Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp60 miliar," ujar Abdul Kadir dalam siaran tertulis yang diterima IDN Times, Senin, 29 Juni 2020.

Lambatnya pencairan dana, menurut Kadir, karena usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah terlambat. Hal tersebut karena harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kemenkes.

"Alurnya terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) oleh Kementerian Keuangan," katanya.

Untuk memudahkan proses pembayaran, menurut Abdul Kadir, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah merevisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020. Sehingga verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah, yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes, dilimpahkan ke Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

"Kementerian Kesehatan hanya akan melakukan verifikasi untuk usulan pembayaran insentif tenaga kesehatan dari RS (Rumah Sakit) Vertikal, RS TNI dan Polri, RS Darurat dan RS swasta. Kemenkes juga akan memverifikasi usulan dari KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan), laboratorium, dan BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan)," katanya.

Abdul Kadir juga menjelaskan, dari dana Rp1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai 29 Juni 2020 telah dibayarkan sebesar Rp226 miliar bagi 25.311 orang tenaga medis.

"Ini dari target 78.472 orang tenaga kesehatan. Artinya sudah hampir 30 persen dari target," ujarnya. Sementara untuk dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp14,1 miliar kepada 47 orang penerima.

Kemenkes, kata Kadir, berjanji akan menuntaskan pembayaran insentif tenaga kesehatan pada pekan ketiga Juli. "Insyaallah untuk yang dikelola oleh Kemenkes, kami targetkan selesai minggu ketiga Juli," ujar Kadir saat dihubungi IDN Times, Senin, 29 Juni 2020.

 

Tim Penulis: Khaerul Anwar, Candra Irawan, Sahrul Ramadan, Fariz Fardianto, Larasati Rey, Dhana Kencana, Debbie Sutrisno, Muhammad Rangga Erfizal, Feny Agustin, Siti Umaiyah, Tunggul Damarjati, Ayu Afria Ulita Ermalia, Ardiansyah Fajar

Baca Juga: 61 Nakes Puskesmas di Tabanan Uji Swab Semenjak Ada yang Positif

https://www.youtube.com/embed/ukak_DGg7bo

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya