Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan karena Kebijakan Penanganan COVID-19 

UUD 1945 telah mengatur proses pemakzulan kepada presiden

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak bisa begitu saja dimakzulkan atau dikenai proses impeachment), hanya karena kebijakannya dalam penanganan pandemik COVID-19.

Menurut Denny, sangat sulit memakzulkan seorang presiden di Indonesia yang menganut sistem presidensial. Apalagi dengan kekuatan politik yang dimiliki pemerintah saat ini bersama partai koalisinya.

Wacana pemakzulan presiden kian banyak jadi santer di publik usai aksi teror yang menimpa panitia dan pembicara diskusi yang digelar mahasiswa Fakultas Hukum UGM. Diskusi yang urung dilaksanakan itu bertema pemakzulan presiden.

1. Denny menyayangkan terjadinya intimidasi terhadap diskusi mahasiswa UGM

Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan karena Kebijakan Penanganan COVID-19 Mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pemakzulan presiden di sistem pemerintahan seperti yang dianut Indonesia, bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, Denny sangat menyayangkan terjadinya intimidasi dan teror terkait acara diskusi yang diinisiasi oleh mahasiswa Constitusional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM. Diskusi itu bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ semata hanya kajian.

“Kalau sepanjang terkait kebijakan, maka kebijakan saja bukan merupakan alasan presiden bisa dimakzulkan. Kebijakan lambat, kebijakan tidak efektif, kebijakan berubah-ubah,” kata Denny dalam sebuah diskusi daring dengan tema Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden Era Pandemik COVID-19, Senin (1/6).

Baca Juga: Denny Indrayana: Sulit Lakukan Pemakzulan pada Sistem Presidensial

2. Syarat pemakzulan jika presiden terbukti melanggar hukum

Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan karena Kebijakan Penanganan COVID-19 Ilustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Denny menjelaskan, dalam Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela. Sebab, tahapan pertama pemakzulan ada di tangan DPR.

“Tetapi kalau penanganan (kebijakan) itu ternyata misalnya ada korupsinya dan korupsinya menyangkut pada diri presiden, yang ramai misal Kartu Prakerja bisa gratis kok harus mengeluarkan sekian triliun. Tentu dengan bukti-bukti yang tidak terbantahkan maka itu bisa masuk (dimakzulkan)," paparnya.

3. Secara konstitusional Jokowi tidak bisa dimakzulkan karena kebijakan saat pandemik COVID-19

Jokowi Tidak Bisa Dimakzulkan karena Kebijakan Penanganan COVID-19 Upacara Virtual dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2020 (Youtube/Sekretariat Presiden)

Denny menegaskan bahwa persoalan yang penting dalam pemakzulan bukan soal kebijakan, tapi pada pembuktiannya. Jika dalam kebijakan itu, presiden terbukti melakukan hal-hal yang termasuk dalam syarat pemakzulan, barulah itu bisa dilakukan.

Lebih jauh, Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini menjelaskan, jika terjadi ketidakpuasan terhadap kebijakan presiden, proses penggantian harusnya bisa dilakukan pada saat proses pemilu untuk memilih seorang presiden.

“Jadi saya katakan secara konstitusional sulit jika hanya menggunakan penangan COVID-19 sebagai alat pemakzulan, kecuali ada pelanggaran atas impeachment artikel menurut UUD 45,” katanya menegaskan.

Baca Juga: Gaduh Soal Presiden Dimakzulkan, Ini Alur Pemakzulan Menurut UUD 1945

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya