Setop Banjir di Gorontalo Bukan Bangun Waduk tapi Rehabilitasi Hutan

Masalahnya ialah kawasan hutan yang dibabat perusahaan

Gorontalo, IDN Times - Pembangunan Waduk Bone Ulu menurut Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menjadi salah satu solusi jangka panjang tanggulangi banjir di Sungai Bone. Memang banjir sudah menjadi masalah tahunan, pada pertengahan tahun 2020 saja, daerah aliran sungai (DAS) Bone menyebabkan tergenangnya wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo.

Luapan Sungai Bone sedikitnya telah 7 kali merendam pemukiman warga di wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sehingga menurut Rusli “Solusi yang paling jitu adalah membuat waduk,” katanya, pada Jumat, 3 Juli 2020 lalu.

Sementara anggota Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo, Jalipati Tuheteru menilai, waduk bukanlah solusi utama tangani masalah banjir di kedua daerah tersebut.

1. Kerusakan wilayah hutan yang menjadi masalah utama

Setop Banjir di Gorontalo Bukan Bangun Waduk tapi Rehabilitasi HutanKendaraan bermotor mogok akibat warga memaksa masuk di lokasi banjir, IDN Times/Elias

Persoalan utama yang menyebabkan banjir di Gorontalo, jelas Jalipati, disebabkan oleh rusaknya kawasan hutan dan luar kawasan hutan. Japesda, kata Jalipati, juga telah melakukan kajian terkait DAS Limboto Bolango Bone (LBB) dan menemukan bahwa tiga DAS besar tersebut rusak disebabkan berkurangnya kawasan hutan akibat izin konsesi dan aktivitas pertanian di sekitar aliran sungai.

“Kalau alam, atau area hulu sudah rusak, seharusnya solusi utamanya adalah melakukan restorasi dan rehabilitasi kawasan yang rusak tersebut. Bukan hanya dengan pendekatan sipil teknis yang dikedepankan,” kata Jalipati yang juga Ketua Divisi Riset dan Pengembangan Pengetahuan Japesda, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, pembangunan Waduk Bone Ulu yang dielu-elukan Gubernur Rusli Habibie tersebut terkesan hanya solusi sementara. Seharusnya, tambah dia, pemerintah provinsi harus menangani persoalan inti penyebab banjir di Gorontalo.

2. Rehabilitasi besar-besaran kawasan hutan

Setop Banjir di Gorontalo Bukan Bangun Waduk tapi Rehabilitasi Hutanpbs.org

Data Forest Watch Indonesia (FWI) pada periode tahun 2009-2013, penyebab deforestasi di dalam kawasan hutan didominasi oleh konsesi pertambangan dengan jumlah 6.036 hektare, diikuti tumpang tindih lahan pertanian 3.133, perkebunan kelapa sawit 1.645 ha dan Hutan Tanaman Industri (HTI) 987 ha. Kemudian, deforestasi meningkat pada tahun 2013-2017 di mana konsesi tambang menjadi 13.575 ha, tumpang tindih lahan 11.174 ha, perkebunan sawit 4.517 ha, sementara HTI seluas 9.819 ha.

Dengan kondisi tersebut, menurut Jalipati, Pemerintah Provinsi Gorontalo harusnya fokus pada rehabilitasi kawasan hutan. Karena memang konsesi lahan hutan setiap tahunnya mengalami pengurangan yang signifikan. Banjir yang terjadi beruntun itupun tak dapat dikendalikan jika tak ada penanganan serius terhadap kawasan hutan dan DAS yang kritis.

“Waduk mungkin bisa jadi alternatif pendukung, tapi harusnya yang diutamakan adalah rehabilitasi besar-besaran tadi. Selain itu, memikirkan alternatif pendapatan petani yang menguasai kawasan hutan, serta penegakan hukum pelaku perusakan hutan,” terang Jalipati.

Selain itu, Japesda, melalui Jalipati, mendesak pemerintah mengevaluasi izin perusahan tambang, Hutan Tanaman Industri (HTI) serta perkebunan kelapa sawit di Gorontalo. Hal ini perlu dilakukan karena izin konsesi memiliki sumbangsih besar dalam pengurangan kawasan hutan.


“Evaluasi izin perusahaan tambang PT. Gorontalo Mineral (GM) dan tambang rakyat, dan evaluasi juga izin perusahaan sawit dan HTI,” tegasnya.

Baca Juga: Akar Masalah Banjir Gorontalo: Tambang Liar hingga Alih Fungsi Lahan  

3. Waduk memiliki umur ketahanan dalam menampung air

Setop Banjir di Gorontalo Bukan Bangun Waduk tapi Rehabilitasi HutanIDN Times/Elias

Jalipati menuturkan, waduk juga memiliki kekurangan dalam menampung debit air, apalagi bangunan waduk memiliki masa ketahanan dalam menampung volume air.

“Jadi memang waduk ini bisa mengatasi banjir, tapi hanya sementara. Ketahanan waduk juga sesuai dengan konstruksi bangunan waduk, seberapa lama mampu menahan volume air,” katanya.

Pembangunan waduk, lanjut Jalipati, akan percuma apabila tidak ada tindakan penghijauan di dalam kawasan hutan. Karena tidak adanya resapan air yang menampung aliran air saat hujan dengan intensitas yang cukup tinggi.

“Apakah mampu waduk menampung volume air Sungai Bone yang berulang kali meluap? Kemungkinan terburuk tanggul jebol dan bahkan bisa merendam seluruh wilayah Kota Gorontalo,” keluh dia.

Baca Juga: Perjuangan Guru di Gorontalo Lewati Sungai Deras untuk Mengajar Luring

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya