Kreatif di Tengah Pandemik, BLT Corona Jadi Modal Jualan Roti Maryam

BLT Rp600 ribu dikelola hingga hasilkan Rp2 juta per hari

Gorontalo, IDN Times - Provinsi Gorontalo melaporkan kasus virus corona atau COVID-19 pertama pada awal Maret 2020 lalu. Tak menunggu waktu lama, pemerintah setempat langsung mempersiapkan wilayahnya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hingga saat ini, Provinsi Gorontalo bahkan telah menerapkan PSBB tahap III hingga 14 Juni 2020 mendatang.  

PSBB, seperti yang diberlakukan sejumlah daerah lain di Indonesia, berimbas pada melambatnya perputaran ekonomi masyarakat. Banyak pekerja dirumahkan hingga terkena PHK, sederet skema bantuan pun digencarkan pemerintah. Salah satunya, bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp600 ribu diberikan bagi keluarga yang kurang mampu. Bantuan ini ditujukan untuk menopang kebutuhan keluarga selama masa pandemik corona.

Berbeda dengan kebanyakan orang, pasangan suami istri asal Kelurahan Heledulaa, Kota Gorontalo, yang memanfaatkan bantuan sosial sebagai modal usaha. Mereka adalah Gina Rania Umar (19) dan Rahmat Ibrahim (19), pasangan muda yang telah menjalankan usaha roti yang disebut cukup menjanjikan bagi mereka.

“Dari tanggal 21 mei itu dapat BLT. Alhamdulillah. Itu suami saya yang dapat karena pas menikah kan itu tidak bekerja (formal) ya. Maunya usaha aja jadi pas dapat BLT itu namanya masuk karena namanya belum terdaftar di tempat kerja manapun,” kata Gina Rania Umar yang akrab disapa Nia saat ditemui IDN Times di rumah ibunya di Kelurahan Heledulaa, Minggu (7/6).

Dari bantuan itu, pasangan yang sudah dikaruniai satu anak itu pun berkeyakinan dan memberanikan diri untuk memulai usaha Roti Maryam atau dikenal juga dengan sebutan Roti Prata dan Roti Canai.

“Terus dipikir-pikir uangnya itu mau diapain ya. Ya kalau biasa dimanfaatkan kedepannya atau bisa digunakan untuk apa (sehingga) bisa digandakan. Kayanya bikin modal usaha bagus,” tuturnya.

Akhirnya bantuan itu pun ia gunakan untuk membelanjakan bahan baku roti sebagai modal awal merintis usaha rumahan yang diberi nama merek Roti Maryamku.

1. Berawal dari suguhan jajanan keluarga jadi ide usaha

Kreatif di Tengah Pandemik, BLT Corona Jadi Modal Jualan Roti MaryamIDN Times/Elias

Ide usaha Roti Maryam itu berawal dari suguhan keluarga sang suami yang sering menyuguhkan Roti Maryam pada saat acara keluarga. Nia mengatakan suguhan Roti Maryam saat acara keluarga sang suami itu hal biasa, karena memang sang suami memiliki garis keturunan Pakistan.

“Tapi untuk resepnya kita otodidak ya, cari di Youtube,” kata Nia.

Awalnya, Roti Maryam buatan Nia hanya dikonsumsi sendiri, hingga akhirnya pada 21 Mei 2020 lalu, roti buatannya mulai diproduksi dalam skala besar dan dijual di beberapa reseller.

“Pertama awal puasa 7 Mei itu masih iseng-iseng bikin (Roti Maryam), masih bikin untuk konsumsi sendiri. Besoknya kita tawarin ke teman-teman dan keluarga. Responsnya katanya enak dan mereka suka,” kata Nia.

Nia mengaku bahwa sebelumnya ia memiliki usaha jualan puding secara online. Namun mewabahnya virus corona membuat usaha puding miliknya tidak berkembang, akibat sepi pelanggan dan bahan baku yang kian mahal. Ia pun terpaksa berhenti memproduksi puding.

“Kita pun berpikir membuat inovasi apa yang belum ada di Gorontalo yang bisa menjangkau seluruh kalangan.”

2. Roti Maryam didistribusikan ke 9 reseller Gorontalo dan 1 reseller di Papua Barat

Kreatif di Tengah Pandemik, BLT Corona Jadi Modal Jualan Roti MaryamProses mengukur berat adonan satu Roti Maryam, IDN Times/Elias

Belum genap satu bulan merintis usaha, Nia sudah mendistribusikan Roti Maryam buatannya ke 9 reseller di Provinsi Gorontalo dan 1 reseller di Manokwari, Provinsi Papua Barat. Ia pun mengaku masih ada beberapa reseller di luar daerah yang mengajukan untuk dapat menjual roti buatannya.

“Kita mencari reseller-reseller. Dan alhamdulillah sudah ada 6 reseller di Kota Gorontalo, 1 di Kecamatan Telaga (Kabupaten Gorontalo), 2 di Isimu (Kabupaten Gorontalo), 1 di Marisa (Kabupaten Pohuwato) dan 1 di Papua Barat),” ungkap dia.

Ia mengaku dalam satu hari ia mampu membuat 100 - 150 pak Roti Maryam untuk reseller lokal Gorontalo. Sedangkan 1 reseller di Papua Barat, katanya, hanya memakai merek dan resep Roti Maryam miliknya.

Dalam satu pak, kata Nia, diisi sebanyak lima potong roti dengan harga per paknya hanya Rp25.000. Ia juga mengaku roti buatannya tidak memakai bahan pengawet apapun.

“Omzetnya saat ini per hari itu paling rendah satu juta setengah atau dua juta,” ungkap Nia.

Baca Juga: Survei: 47 Persen Warga Gorontalo Tak Tahu soal Bansos selama PSBB

3. Usaha Roti Maryam milik Nia sudah mempekerjakan 6 orang karyawan

Kreatif di Tengah Pandemik, BLT Corona Jadi Modal Jualan Roti MaryamBeberapa karyawan tengah membuat adonan Roti Maryam, IDN Times/Elias

Nia mengatakan, usaha miliknya saat ini sudah mempekerjakan sebanyak 6 orang karyawan. Sebelumnya Nia membuat Roti Maryam hanya bersama suami, namun dengan permintaan yang cukup banyak, ia pun mempekerjakan karyawan yang juga merupakan warga Kelurahan Heledulaa.

“Karena banyak produksi permintaan customer jadi kita menggunakan karyawan. Karyawan kita ambil itu terutama di lingkungan sini yang membutuhkan (pekerjaan) dan saling memberdayakan satu sama lain,” tutur Nia.

Ia juga berencana untuk mengembangkan usaha Roti Maryam dengan membuat rumah produksi dan memberdayakan karyawan dari sekitar lokasi kediaman. Saat ini ia hanya memanfaatkan dapur rumah ibunya untuk memproduksi roti Maryam. 

lebih lanjut Nia mengungkapkan, saat ini usahanya tengah dilirik oleh Balai Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Provinsi Gorontalo. Ia mengaku BPMD Provinsi tertarik dengan usahanya untuk dikembangkan di desa-desa.

“Katanya sih bagus kalau misalnya di desa nanti akan ditawari ke ibu-ibu di desa-desa yang tertarik dan akan diberikan latihan.”

Baca Juga: Bupati di Gorontalo Khawatir Warga Susah Diatur saat New Normal

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya