Akar Masalah Banjir Gorontalo: Tambang Liar hingga Alih Fungsi Lahan  

Perlu kerja sama bersama atasi masalah DAS Bone

Gorontalo, IDN Times - Nasib kurang menyenangkan dihadapi Provinsi Gorontalo pada pertengahan tahun 2020. Pasalnya dua daerah di Gorontalo yakni Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo diterjang banjir beruntun akibat Sungai Bone meluap.

Kepala Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Bone Bolango, M. Tahir Palawa, mengatakan penyebab utama banjir di daerah aliran sungai (DAS) Bone ialah intensitas curah hujan tinggi serta wilayah topografi perbukitan DAS Bone.

“Jujur kita sampaikan hulu DAS Bone itu berada di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) kalau dilihat dari penutupan lahan-nya masih cukup bagus,” kata M Tahir pada webinar bertema 'Mengurai Banjir di Provinsi Gorontalo', Selasa (28/7/2020).

1. DAS Bone tak mampu menampung debit air saat hujan tinggi

Akar Masalah Banjir Gorontalo: Tambang Liar hingga Alih Fungsi Lahan  IDN Times/Elias

Tahir mengatakan bahwa DAS Bone memiliki luas wilayah 133.078 hektare dengan panjang sungai 150 Kilometer serta lebar rata-rata sungai 75 meter. DAS Bone juga melintasi sebagian wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Gorontalo Utara, Bone Bolango, dan Kota Gorontalo.

Karena itu saat hujan intensitas tinggi, utamanya di daerah perbukitan, menyebabkan DAS Bone tak mampu menahan debit air sehingga menyebabkan banjir di Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Untuk diketahui, curah hujan pada 11 Juni 2020 lalu, mencapai 484 mm.

Faktor lain yang menyebabkan banjir, urai Tahir, adalah karena debit air di sungai 4,476 m3/detik dari rata-rata koefisien aliran permukaan 0,2 m3/detik, ditambah lagi dengan jumlah belokan sungai, sumbatan sungai, pendangkalan sungai, dan sodetan sungai.

“Perlu saya sampaikan DAS Bone ini memang sangat rawan terhadap banjir karena bentuk DAS-nya memanjang, nilai Rc-nya 0,35, kemudian puncak datangnya terlalu cepat,” katanya.

2. Perlu penanganan bersama dalam pengelolaan DAS

Akar Masalah Banjir Gorontalo: Tambang Liar hingga Alih Fungsi Lahan  Kondisi Bendungan Alale saat meluap, IDN Times/Elias

Menurut Tahir pengelolaan wilayah aliran sungai perlu penanganan bersama. Karena banyak kepentingan yang berkaitan dengan DAS Bone, baik pertambangan, pertanian, Hutan Tanaman Industri (HTI), serta pembalakan liar.

“Mengenai pengelolaan DAS, jujur sampai dunia kiamat kalau hanya dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dengan BPDAS dan KLHK kegiatan ini (Pengelolaan DAS) saya berkeyakinan sampai dunia kiamat tidak akan selesai,” tuturnya.

Ia juga mengatakan berdasarkan inventarisasi, pihaknya yakin bahwa penutupan lahan serta vegetasi hutan di wilayah DAS Bone masih 80%. Ia juga tidak memungkiri bahwa aktivitas pertanian masyarakat di wilayah hulu mencapai kemiringan 30% lebih tanpa memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air.

Baca Juga: Kerusakan Hutan dan Daerah Aliran Sungai Penyebab Banjir di Gorontalo

3. Kerusakan hutan di wilayah DAS Bone

Akar Masalah Banjir Gorontalo: Tambang Liar hingga Alih Fungsi Lahan  Warga berdiri di atas meja kayu menyaksikan banjir luapan Sungai Bone, IDN Times/Elias

Pada kegiatan yang sama, Direktur Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo, Nurain Lapolo mengatakan, akar permasalahan banjir di Gorontalo akibat kerusakan pada Hulu Sungai. Hal itu juga diperparah dengan kerusakan kawasan hutan, serta aktivitas pertambangan dan pertanian yang menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai.

“Yang banyak itu adalah aktivitas masyarakat yang kurang baik dalam memperlakukan lingkungan. Banjir juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia atau pembangunan yang kurang memperhatikan kaidah konservasi, seperti pertanian yang kurang tepat,” katanya.

Kondisi kerusakan hutan juga didukung oleh kebijakan Pemerintah Provinsi Gorontalo yang telah melakukan alih fungsi tanah di kawasan TNBNW seluas 14.000 hektare, seperti yang tertuang dalam SK.325/Menhut-II/2010. Japesda menduga bahwa SK tersebut diperuntukan aktivitas PT. Gorontalo Mineral di kawasan hutan.

“Pemerintah perlu melakukan evaluasi aktivitas perusahaan tambang dan HTI di Provinsi Gorontalo yang juga berkontribusi besar terhadap banjir di Gorontalo. Bahkan perlu adanya moratorium perizinan konversi lahan,” kata Nurain.

Nurain juga merekomendasikan Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu memasukkan kebijakan adaptasi perubahan iklim. Serta melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi wilayah hulu DAS Limboto Bolango Bone (LBB) serta konsisten dengan kebijakan peruntukan ruang.

Baca Juga: Langganan Banjir, Warga Satu Desa di Gorontalo akan Dipindahkan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya