KIPI Tak Temukan Reaksi Syok Vaksinasi COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan mengungkapkan, reaksi anafilaktik atau syok yang disebabkan reaksi alergi yang berat akibat vaksinasi sangat jarang terjadi.
Bahkan, dari satu juta dosis, terjadi sebanyak 1 atau 2 kasus. Selain disebabkan vaksin, reaksi anafilaktik juga bisa terjadi akibat faktor lain.
"Kalau kita lakukan vaksinasi 1 juta saja, 1 sampai 2 orang akan pingsan. Kalau yang disuntik 10 juta maka yang pingsan 10 sampai 20 orang, orang akan ribut, medsos (media sosial) akan bertubi-tubi, media sibuk. Padahal memang seperti itu. Jadi kita harus siap siap” kata Hindra dilansir situs resmi Kemkes, Senin (25/1/2021).
1. Permenkes sudah mengatur upaya preventif jika ada KIPI
Jika terjadi reaksi anafilaktik pasca-vaksinasi COVID-19, pemerintah telah mengaturnya dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Dalam Permenkes tersebut tercantum anafilaktik sebagai upaya preventif apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
Dalam pasal 1 nomor 8 disebutkan, peralatan anafilaktik adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan syok anafilaktik.
“Sudah ada di Peraturan Menteri Kesehatan, sudah ada kit anafilaktik yang harus disediakan, sudah ada petunjuk mengenal gejalanya, sudah ada tanda petunjuk untuk cara pelaksanaan vaksinasi,” ujar Hidra.
Reaksi anafilaktik tergolong ke dalam KIPI serius, sehingga apabila terjadi KIPI serius, setiap kejadian harus segera dilaporkan secara berjenjang, selanjutnya diinvestigasi petugas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi.
Editor’s picks
Baca Juga: Perlu Tahu, Ini Efek Samping yang Bisa Muncul karena Vaksin COVID-19
2. Anafilaktik dapat terjadi terhadap semua vaksin
Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Sinovac, Kusnandi Rusmil menegaskan kejadian anafilaktik pasti akan terjadi untuk penyuntikan skala besar, sehingga sudah menjadi tugas fasilitas pelayanan kesehatan siap mengantisipasi kemungkinan kejadian tersebut.
“Anafilaktik dapat terjadi terhadap semua vaksin, terhadap antibiotik, terhadap kacang, terhadap nasi juga bisa, terhadap zat kimia juga bisa,” katanya.
3. Reaksi anafilaksis tidak ditemukan vaksinasi COVID-19 di Indonesia
Kusnandi mengatakan vaksinasi memiliki manfaat yang lebih besar dibanding risikonya. Vaksin yang saat ini dipakai dalam program vaksinasi aman, sesuai dengan rekomendasi WHO, memiliki reaksi lokal dan efek sistemik yang rendah, memiliki imunogenitas tinggi serta efektif untuk mencegah COVID-19.
"Sejauh ini reaksi anafilaksis tidak ditemukan dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Hanya ditemukan reaksi ringan semisal sering mengantuk seperti yang dialami Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Rafi Ahmad," tukas Kusnandi.
Baca Juga: Antisipasi Efek Samping Vaksin COVID-19, DKI Siapkan 21 RS Rujukan