Duh, Setiap Jam Ada 50 Orang Bercerai di Indonesia

Pada Februari 2020, ada 1.170 kasus perceraian dalam sehari

Depok, IDN Times - Kasus perceraian di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Komunitas Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia mencatat, ada sekitar 50 kasus perceraian yang terjadi dalam setiap jam di Indonesia. 

Tiga tahun lalu, angka perceraian per harinya mencapai 800 kasus. Namun, angka tersebut mengalami lonjakan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Hingga pada perode Februari 2020, angka perceraian mencapai 1.170 kasus per hari.

"Artinya kalau dibagi rata 24 jam, maka 40 hingga 50 kasus diputus cerai dalam sehari," Ketua GiGa Indonesia, Prof. Dr. Euis Sunarti dalam seminar di Depok, Jawa Barat pada Rabu (16/12/2020).

 

Baca Juga: 5 Cara Menghindari Perceraian, Please Berubahlah!

1. Februari perceraian sehari capai 1.170 kasus

Duh, Setiap Jam Ada 50 Orang Bercerai di IndonesiaPelaksanaan seminar GiGa Indonesia terkait ketahanan keluarga Indonesia di salah satu rumah makan Jalan Raya Siliwangi. (IDNTimes/Dicky)

Euis juga mengatakan hal ini disebabkan degradasi terhadap tatanan kehidupan keluarga berkualitas. Tingkat degradasi itu sangat tinggi dibandingkan laju pembangunan keluarga secara regular.

Euis menilai tingginya angka perceraian pada tahun ini, bukan karena dampak pandemik COVID-19. "Saya rasa tidak karena pandemi perceraian meningkat namun lebih ke hal teknis lainnya," ucap perempuan yang juga dosen di Institut Pertanian Bogor tersebut.

2. Didominasi kasus yang diajukan perempuan

Duh, Setiap Jam Ada 50 Orang Bercerai di IndonesiaUnsplash/Hesam Jr

Euis mengungkapkan, peningkatan kasus perceraian didominasi pengajuan dari perempuan, dengan alasan beragam. Dirinya masih melakukan kajian terkait dampak dari perceraian terhadap perempuan.

"Kami masih melakukan riset apakah perempuan akan menjadi mandiri atau memiliki nilai berbeda setelah bercerai," ujarnya. 

3. Kekerasan terhadap anak laki-laki lebih besar potensinya

Duh, Setiap Jam Ada 50 Orang Bercerai di IndonesiaIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Terlepas dari itu, Euis mengatakan ada masalah menonjol lainnya dalam keluarga selain perceraian yakni kekerasan terhadap anak dan perempuan.

GiGa mencatat anak berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami kekerasan dibanding anak perempuan, termasuk dengan kasus seksual. Anak berjenis kelamin laki-laki punya potensi 1,9 kali lebih besar dari anak perempuan untuk menjadi korban kekerasan seksual.

"Anak berjenis kelamin pria menjadi kekerasan seksual dari perilaku seks menyimpang atau disodomi oleh predator," ucap Euis.

Dari hasil risetnya, beberapa tahun terakhir orangtua lebih takut memiliki anak pria karena takut jadi korban dibandingkan anak perempuan. "Nah itu tanda memang kekerasan itu meningkat. Hanya perlu lihat lebih dalam lagi. Kekerasan perempuan meningkat karena ada datanya," tutup Euis.

Baca Juga: Medsos Jadi Penyebab Perceraian Tertinggi Kedua di Lamongan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya