Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua 

Konten hoaks didominasi dari media sosial Facebook

Jakarta, IDN Times - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya telah mendeteksi sekitar 32 ribu lebih konten-konten hoaks yang bersifat provokatif dan diskriminatif, hingga memicu kerusuhan di Papua.

Hal itu berdasarkan patroli siber yang dilakukan Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Siber Sandi Negara (BSSN) sejak 14 Agustus hingga 27 Agustus 2019.

"Dari 32 ribu konten yang sudah dilakukan mapping, ada 1.750 akun lebih yang sudah diajukan untuk dilakukan pemblokiran dan take down oleh Kemenkominfo," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

1. Pemblokiran akun guna memitigasi konten sensitif tentang Papua

Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua IDN Times/Galih Persiana

Dedi menjelaskan, pemblokiran 1.750 akun itu guna memitigasi secara maksimal terkait masalah konten-konten sensitif tentang Papua. Padahal, lanjut Dedi, situasi Papua sendiri sampai dengan hari ini cukup kondusif.

"InsyaAllah masih bisa dikendalikan dengan baik oleh aparat keamanan di sana, baik oleh TNI maupun oleh Polri atau Pemerintah Daerah. Semua saling mendukung. Tokoh-tokoh masyarakat di sana pun saling mendukung," jelas Dedi.

2. Konten hoaks didominasi dari media sosial Facebook

Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua IDN Times/Galih Persiana

Dedi menerangkan, dari ribuan konten hoaks itu, didominasi oleh media sosial (medsos) Facebook. Kemudian dilanjutkan Twitter, YouTube, dan Instagram.

"Kita ketahui bersama Facebook ini, untuk kalangan akar rumput paling banyak menggunakan Facebook," terangnya.

Menurut Dedi, para pelaku penyebar hoaks itu ingin menyulut opini dari akar rumput (kalangan masyarakat tertentu) terlebih dahulu. Dedi pun mengimbau kepada awak media, agar menyuarakan bahwa situasi di Papua sudah sangat kondusif.

"Karena kita tahu agenda tahun 2020 di Papua akan menjadi tuan rumah PON (Pekan Olahraga Nasional) jadi harus kondusif dari sekarang," ungkapnya.

Baca Juga: Akses Internet Lumpuh, Gubernur Papua: Banyak yang Mengeluhkan!

3. Pembantasan layanan data di Papua guna mempertahankan kedaulatan NKRI

Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua IDN Times/Axel Jo Harianja

Kemenkominfo pada Rabu (21/8) kemarin, memblokir sementara layanan data telekomunikasi, hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal. Terkait hal itu, Dedi menuturkan, hal itu guna mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jenderal bintang satu itu menjelaskan, Kemenkominfo telah menetapkan standard operational procedure (SOP) untuk kembali membatasi layanan data telekomunikasi, jika dalam waktu satu menit kembali menemukan 300 konten bersifat hoaks.

"Jangan melihat dari perspektif yang berbeda. Kita melihat dari perspektif adalah untuk kepentingan bangsa," jelas Dedi.

Pembatasan layanan data telekomunikasi itu juga membuat akses ekonomi sosial di Papua terhambat. Menanggapi hal itu, Dedi menilai keutuhan NKRI lah yang paling utama.

"Ekonomi hanya bisa lakukan recovery sesaat, tetapi kalau keutuhan NKRI kalau terjadi sesuatu, jauh lebih penting mana?" ucapnya.

4. Polri: Era sekarang adalah eranya perang siber

Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua IDN Times/Axel Jo Harianja

Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengungkapkan, era saat ini bukan lagi perang konvensional. Melainkan menghadapi perang siber. Ia kembali menegaskan, untuk menghadapi perang siber, dibutuhkan peran dari media-media mainstream untuk menangkal informasi hoaks dari media sosial.

"Perang propaganda di siber ini yang paling penting kita bangun, karena yang bisa menangkal media sosial itu apa? Ya media mainstream," ungkapnya.

Lebih lanjut, aspek ketahanan sosial itu bukan dilihat dari aspek pancagatra atau trigatra, melainkan dari aspek ketahanan dunia siber.

"Serangan-serangan sekarang perangnya sudah perang-perang siber, kita harus melawan dengan siber juga," kata Dedi.

5. Kerusuhan di Papua dipicu adanya ujaran rasialisme

Polri Deteksi 32 Ribu Konten Hoaks Picu Kerusuhan di Papua IDN Times/Lia Hutasoit

Kerusuhan yang pecah di sejumlah wilayah Papua diduga dipicu oleh pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya disertai ujaran rasialisme yang dilontarkan beberapa oknum. Dalam sebuah video yang viral di media sosial merekam aksi beberapa anggota TNI yang diduga mengucapkan umpatan bermuatan rasial.

Namun pelaku hujatan rasialisme itu hingga saat ini belum terungkap. Oleh karena itu, beberapa anggota TNI yang berada di lokasi saat kejadian, termasuk Danramil 0831/02 Tambaksari, Mayor Inf NH Irianto, dinonaktifkan sementara.

Baca Juga: Gubernur Jatim dan Papua Ditolak di Asrama Mahasiswa Papua 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya