Soroti Penegakan HAM, KontraS Sulawesi Anggap Jokowi Belum Memuaskan

RKUHP dan Revisi UU KPK turut menjadi sorotan utama

Makassar, IDN Times - Kendati diberi kepercayaan oleh rakyat untuk kembali memimpin Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberi rapor merah untuk periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan langsung oleh Plt. Koordinator Badan Pekerja KontraS Sulawesi, Asyari Mukrim.

Menurutnya, kepemimpinan Jokowi selama lima tahun belakangan tidak bisa dipisahkan dari kenyataan bahwa, usaha penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu masih jalan di tempat.

Di sisi lain, pihaknya menyoroti kecenderungan meningkatnya pelanggaran HAM. Bentuknya antara lain ancaman kebebasan masyarakat sipil dan pers, pelemahan institusi KPK, menguatnya kembali dwifungsi TNI, penanganan demonstrasi yang represif hingga masih tingginya konflik agraria yang merampas hak hidup masyarakat.

1. Demokrasi dan hukum dianggap hanya menjadi untuk kepentingan politik sehingga muncullah demonstrasi besar-besaran

Soroti Penegakan HAM, KontraS Sulawesi Anggap Jokowi Belum MemuaskanIDN Times/Aan Pranata

"Pilar demokrasi dan hukum di Indonesia dijadikan bahan untuk kepentingan politik yang jauh dari urusan publik. Sehingga melahirkan beragam regulasi yang dianggap tidak pro terhadap rakyat," ujarnya saat dihubungi oleh IDN Times pada Jumat (25/10) siang.

Salah satu yang mencolok adalah RKUHP dan Revisi UU KPK yang terkesan tergesa-gesa untuk disahkan. Dari situ, lahirlah gelombang demonstrasi besar-besaran. Lebih jauh, KonstraS Sulawesi menganggap hukum, di sepanjang periode pertama Jokowi, lebih dominan dipakai sebagai alat kriminalisasi warga yang justru mempertahankan hak konstitusionalnya.

Selain itu, ia turut menyoroti beragam langkah pemerintah yang dinilai kontraproduktif dan jauh dari usaha menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Salah satunya, pembentukan Komite Ad Hoc dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM, dimasukkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2014-2019 yang kini tidak dapat diwujudkan.

2. Menurut KontraS Sulawesi, masih banyak hambatan dari kekuatan politik lama dan oligarki

Soroti Penegakan HAM, KontraS Sulawesi Anggap Jokowi Belum MemuaskanANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dalam lingkup Sulawesi Selatan sendiri, KontraS Sulawesi menyebut isu HAM masih didominasi kian masifnya perampasan ruang hidup atas nama pembangunan. Ada juga isu toleransi, perekat masyarakat dalam kerangka hidup rukun dan damai, yang kian krusial.

"Kalau kasus di Sulawesi ini lebih banyak isu Hak Ekosob (Ekonomi, Sosial dan Budaya) seperti penggusuran, perampasan tanah, dan ketimpangan agraria. Kita juga banyak bermasalah dengan isu-isu soal kekerasan aparat. Reformasi sektor keamanan di institusi kepolisian masih mandek," lanjut Asyari.

Komitmen Jokowi dalam penegakan HAM dan nilai demokrasi pun dipertanyakan. Menurut sosok yang juga berprofesi sebagai dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bosowa tersebut, negara masih menjalankan praktik impunitas. Situasi dianggap kian pelik lantaran keberadaan sisa-sisa Orde Baru. "Hambatan muncul dari kekuatan politik lama yang tidak menginginkan adanya penyelesaian pelanggaran HAM serta kekuatan politik oligarki baru yang terus mencari bentuk," paparnya.

Baca Juga: Dua Mahasiswa Kendari Meninggal, Kontras: Polisi Abuse of Power

3. Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf diharap lebih mendengar suara publik dan memberi perhatian atas hak hidup rakyatnya

Soroti Penegakan HAM, KontraS Sulawesi Anggap Jokowi Belum MemuaskanANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Di masa periode kedua pemerintahan Jokowi yang kali ini menggandeng Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden, lembaga yang didirikan oleh mendiang Munir Said Thalib tersebut sukar membayangkan ada perubahan. Terutama apabila tidak ada langkah tegas sebagai respons atas keinginan publik yang menuntut adanya perubahan mendasar.

Kendati demikian, KontraS bukannya tak memiliki harapan. Pemerintahan Jokowi 2019-2024 diminta untuk lebih mendengar suara publik, memberi perhatian pada persoalan-persoalan yang menyangkut hak untuk hidup layak bagi rakyatnya, sekaligus memastikan pendekatan kemanusiaan dalam menyelesaikan persoalan. "Pemerintah Jokowi -Amin juga seharusnya menjauhkan diri dari lingkaran politik yang masih menjadi bagian kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu," pungkas Asyari.

Baca Juga: [OPINI] Menyemai HAM di Indonesia, Memetik Kebanggaan di Dunia 

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya