Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945

#MenjagaIndonesia Pidato pertama Bung Karno di Makassar

Makassar, IDN Times - Di akhir tahun 1944, tentara Kekaisaran Jepang mendapat hantaman bertubi-tubi dari pihak Sekutu. Iwo Jima mulai diserang. Basis Pulau Luzon di Filipina dihantam serangan udara, senasib dengan yang menimpa kekuatan di Singapura pada bulan November. Faktanya sudah jelas: jalannya pertempuran di Pasifik sudah berat sebelah, dewi fortuna memihak tentara Amerika Serikat.

Sadar posisinya kian terdesak, Tokyo mulai melunak terhadap negara jajahannya. Janji pemberian kemerdekaan kepada wilayah jajahannya yang paling luas pun dilayangkan. "Indonesia kelak akan merdeka di kemudian hari," demikian perkataan Perdana Menteri Jepang waktu itu, Jenderal Kumiaki Koiso, melalui siaran radio dari Tokyo pada bulan Januari 1945.

1. Menjadi Ketua Chuo Sangi In, tugas Soekarno kian berat begitu masuk tahun 1945

Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945Soekarno (kiri), Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi In) berjabat tangan dengan Kepala Urusan Dalam Negeri Jepang untuk Pendudukan Hindia Belanda, Mayor Jenderal Moichiri Yamamoto, saat bertemu di Jakarta pada September 1944. (Wikimedia Commons/Nationaal Archief)

Sebagai langkah konkret, Letjen Kumakichi Harada (Panglima Tertinggi Tentara ke-16 Jepang untuk Jawa dan Sumatera) mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Kosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Langkah ini diambil setelah Tokyo dan Yokohama dibombardir besar-besaran sejak 16 Februari, termasuk pertempuran sengit di Manila dan Iwo Jima.

Meski telah diumumkan pada awal Maret, Kaico (Ketua) BPUPKI baru ditunjuk pada 29 Maret 1945. Pemangku posisi tertinggi adalah dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter Jawa dan salah satu pendiri Boedi Oetomo. Namun beberapa hari sebelumnya, seorang figur nasionalis berpengaruh lain terbang ke Makassar.

Tokoh tersebut adalah Sukarno, yang sedang menjabat sebagai Ketua Chuo Sangi In (Dewan Petimbangan Pusat). Ini adalah kunjungan kedua hanya dalam kurun waktu tiga bulan. Sebelumnya, ia dan Muhammad Hatta terbang diam-diam ke Kota Daeng membahas nasib Indonesia pada Maret 1945.

2. Dalam kunjungan di Makassar pada 26 April-2 Mei 1945, Sukarno didampingi oleh tokoh pergerakan Sulawesi yakni Dr. Sam Ratulangi

Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945Soekarno (paling kanan) saat pesawat yang membawanya dari Jakarta tiba di Lapangan Terbang Mandai Sulawesi Selatan pada 26 April 1945. (Nippon Eiga Sha - YouTube.com/Bimo K.A.)

Tiba di Lapangan Terbang Mandai pada 26 April 1945, Soekarno didampingi tokoh pergerakan Sulawesi yakni Dr. Sam Ratulangi, menghabiskan satu pekan di Makassar. Ia bertandang dengan misi memperkuat komitmen Jepang atas kemerdekaan Indonesia di mata penduduk Sulawesi dan Indonesia Timur.

Namun di sisi lain, tersirat pesan bahwa jika Indonesia merdeka, maka rakyat harus membantu Jepang dalam perang Asia Timur Raya (10 November '45: Gelora Kepahlawanan Indonesia, Barlan Setiadijaya, Yayasan Dwi Warna, 1991). Ini tentu saja sebagai bentuk "balas budi".

"Saya berada di Sulawesi untuk memberi bantuan kepada usaha peperangan dan persiapan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Indonesia di bawah Kaigun, telah insaf seinsaf-insafnya, bahwa dua usaha ini tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Perang yaitu merdeka, merdeka yaitu perang," ucap Sukarno dalam film propaganda terbitan Nippon Eiga Sha berisi kunjungannya ke Makassar.

3. Dalam kunjungan selama satu pekan, Bung Karno menyempatkan diri berziarah di makam Pangeran Diponegoro

Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945Soekarno berziarah ke makam Pangeran Diponegoro di sela kunjungannya di Kota Makassar, Sulawesi, pada 26 April hingga 2 Mei 1945. (Nippon Eiga Sha - YouTube.com/Bimo K.A.)

Di Makassar, Sukarno bertemu beberapa pejabat tinggi. Mulai dari Wali Kota (Syico) B. Yamasaki Gunta, dua wakilnya yakni Misa Wan dan Nadjamuddin Daeng Malewa, termasuk para petinggi Kaigun (pemerintahan militer Angkatan Laut dan satuan udara yang mengendalikan Indonesia Timur dan Kalimantan).

Ada juga pertemuan dengan petinggi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, raja-raja di Sulawesi Selatan, serta para bangsawan setempat dan para cendekiawan seperti Lanto Daeng Pasewang, H. Sewang Daeng Muntu, Tio Heng Sui dan Andi Abdul Muis. Rapat tersebut digelar di Empress Hotel (kini menjadi area Sekolah Islam Athirah).

Di sela-sela kunjungannya, Sukarno dan rombongan berziarah ke makam Pangeran Diponegoro. Waktu itu, kompleks makam pemimpin Perang Jawa yang kharismatik tersebut masih sangat sederhana. Tanpa atap seperti sekarang, dan hanya tembok setengah meter yang membatasi area makam dengan kebun milik penduduk setempat.

4. Pada 29 April 1945, bendera Merah Putih diserahkan oleh petinggi militer setempat kepada Raja Bone ke-32 yakni Andi Mappanyukki

Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945Penyerahan bendera Merah Putih dari pejabat militer Jepang di Sulawesi kepada Sultan Bone ke-32 Andi Mappanyukki dalam upacara yang dilaksanakan pada 29 April 1930. (Nippon Eiga Sha - YouTube.com/Bimo K.A.)

Setelah disibukkan oleh sejumlah acara seremonial, termasuk melihat langsung aktivitas para tentara Heiho di tangsi Mattoanging, Sukarno bertemu dengan masyarakat Makassar pada 29 April 1945. Dalam rapat umum di Lapangan Maradekayya (kini bernama Lapangan Hasanuddin) tersebut, Bung Karno berpidato.

Isinya sama, yakni membakar semangat juang rakyat di tengah Asia Timur Raya, sekaligus mempertegas komitmen Jepang atas kemerdekaan Indonesia. Ada momentum yang harus dimanfaatkan, kendati dibayangi oleh kemungkinan harus membantu Dai Nippon di Perang Pasifik.

Pada rapat umum yang bertepatan dengan Tentyoo Setsu (ulang tahun Kaisar Hirohito), dilakukan pula penyerahan Merah Putih. Bendera nasional Indonesia itu diserahkan oleh petinggi Kaigun Minseibu Celebes (Organisasi Pemerintahan Sipil Militer Jepang di Sulawesi) kepada Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki. Merah Putih pun dikibarkan sejajar berdampingan dengan bendera Hinomaru milik Kekaisaran Jepang.

5. Kunjungan Bung Karno dianggap sebagai salah satu pelecut semangat kemerdekaan rakyat Sulawesi

Ketika Sukarno Berkunjung 7 Hari di Makassar April 1945Soekarno (keempat dari kanan) bersama para petinggi pemerintahan militer Kaigun di Sulawesi berfoto di Makassar pada 30 April 1945. (Wikimedia Commons)

Kunjungannya di Makassar waktu itu tak hanya sekadar bertemu masyarakat atau para petinggi Kaigun. Sukarno juga bertemu dengan raja-raja Sulawesi Selatan demi berembuk perihal siapa figur lokal yang akan ditunjuk sebagai anggota BPUPKI. Sayangnya, tak ada satupun tokoh asal Sulawesi tercantum di antara 62 orang anggota badan tersebut saat diumumkan pada 28 Mei 1945.

Para tokoh nasionalis Sulawesi baru terlibat dalam Dokuritsu Junbi Iin Kai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, PPKI) saat dibentuk beberapa bulan berselang. Namun kunjungan Sukarno ke Makassar pada 26 April hingga 2 Mei '45, tak ayal tetap menjadi salah satu pelecut semangat bebas dari belenggu penjajahan di seantero Sulawesi. Semangat ini tetap terjaga hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersiar pada 17 Agustus 1945.

 

Referensi :

  • Maulwi Saelan, "Dari Revolusi '45 Sampai Kudeta '66", Visimedia, 2001
  • Pramoedya Ananta Toer dkk., "Kronik Revolusi Indonesia Jilid 1 (1945)", KPG, 1999
  • LIPI, "Denyut Nadi Revolusi Indonesia", Gramedia, 1997
  • Ahyar Anwar dan Aslan Abidin, "Tokoh di Balik Nama Jalan Kota Makassar", Indonesia Culture Watch, 2008

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya