PSGS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi Gempa di Mamuju

Mamuju harus siap menghadapi potensi gempa yang lebih besar

Makassar, IDN Times - Lembaga Pusat Studi Gempa Sulawesi (PSGS) mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk memperkuat langkah mitigasi gempa di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Sebab menurut analisis ahli, Mamuju merupakan daerah jalur gempa aktif.

Gempa bermagnitudo 5,8 mengguncang Mamuju, 8 Juni 2022 lalu. Belasan orang luka-luka karena kejadian itu, sekitar 70 bangunan rusak, dan belasan ribu orang sempat mengungsi.

Pada 15 Januari 2021, gempa lebih kuat dengan magnitudo 6,2 mengguncang Mamuju. Gempa itu menimbulkan lebih banyak korban dan kerusakan gedung-fasilitas infrastruktur, bahkan seratusan orang dilaporkan meninggal.

"Kejadian gempa di Januari 2021 dan Juni 2022 menjadi indikasi kerentanan kota ini terhadap bahaya gempa, di mana posisi kota relatif cukup dekat dengan Sesar Selat Makassar. Mamuju harus mempersiapkan diri untuk gempa-gempa lebih besar di kemudian hari," kata Direktur PSGS Dr. Ardy Arsyad pada konferensi pers di Makassar, Sabtu (18/6/2022).

Baca Juga: Daryono BMKG: Jangan Percaya Ramalan Gempa M 6,0 di Mamuju!

1. Mitigasi gempa di Mamuju belum sebaik kota lain

PSGS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi Gempa di MamujuWarga mengamati Gedung Kantor Gubernur Sulawesi Barat yang rusak akibat gempa bumi, di Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) (ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Ardy yang juga ahli gempa Universitas Hasanuddin menyebutkan, Mamuju memiliki sejarah bencana kegempaan yang cukup panjang. Tercatat, gempa besar terjadi pada tahun 1969, 1972, 1984, 1985, 2012, dan 2021.

Pada 2021, kata Ardy, kelihatan Kota Mamuju rusak berat akibat gempa. Namun yang menjadi kegelisahan, mitigasi gempa di daerah itu tidak seintensif daerah rawan gempa lainnya.

PSGS mendorong pemerintah pusat dan daerah agar mengupayakan penguatan kapasitas struktur dan non-struktural mitigasi bencana gempa di Mamuju. Selain itu, perlu sosialisasi yang lebih masif tentang bahaya kegempaan dan cara mengurangi potensi bahayanya pada masyarakat umum.

"Bisa saja ada gempa yang kekuatannya dua atau tiga kali lipat. Tinggal waktunya kapan," ucap Ardy.

Ardy mengungkapkan, mitigasi gempa di Mamuju sudah selayaknya ditingkatkan seiring perubahan status pada peta rawan gempa. Pada peta tahun 2002, Mamuju dinyatakan aman dari gempa seperti halnya Makassar di Sulawesi Selatan. Namun pada pembaruan peta terakhir di tahun 2019, kota itu dinyatakan tidak lagi aman gempa. Statusnya sama dengan Palu, Sulawesi Tengah, yang diguncang gempa hebat dan tsunami pada 2018 lalu.

"Harapan kami, kita mendorong lagi Pemerintah Provinsi Sulbar, dibantu pemerintah pusat, dibantu stakeholder, kita perbaiki lagi kota Mamuju dengan mitigasi gempa yang baik. Karena dari data, harus dipersiapkan menghadapi gempa yang lebih besar," ucap Ardy.

2. Perlu penguatan pada bangunan agar tahan gempa

PSGS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi Gempa di MamujuIlustrasi efek gempa. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Yang jadi persoalan, kata Ardy, banyak bangunan di Mamuju yang dibangun dengan hitungan berdasarkan peta lama, saat daerah itu masih dianggap kota aman gempa. Makanya, pemerintah dan masyarakat perlu mengupayakan perkuatan pada tempat tinggal, perkantoran, rumah ibadah, bangunan komersial, dan terutama sekolah, agar bisa tahan gempa.

"Bagaimana bangunan yang dibangun dengan hitungan lama diperkuat. Itu yang didorong. Dan mendirikan bangunan baru harus menggunakan data gempa yg terbaru," Ardy menerangkan.

"Kita perkuat strukturnya atau pakai alat yang lebih canggih untuk lebih mudah menyesuaikan dengan gempa," dia menambahkan.

Ardy menjelaskan, dari penelitian di wilayah Mamuju, kondisi tanah di daerah pesisir itu merupakan endapan sendimen jenuh air. Pada kondisi tersebut, saat terjadi gempa di kedalaman bumi, gelombang getarannya akan cenderung jadi lebih besar saat sampai ke permukaan tanah. Karena Mamuju ibukota provinsi, maka bangunan yang berdiri di atasnya perlu diperkuat.

"Kalau yang 8 Juni kemarin itu kecil tapi efeknya besar karena masyarakat tidak diberikan edukasi proses evakuasi dan teknik melindungi diri. Sayang itu, karena kejadian ini sudah dua kali," kata Ardy.

3. Penelitian tentang gempa di Sulawesi masih minim

PSGS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi Gempa di MamujuIlustrasi gempa (IDN Times/Arief Rahmat)

Peneliti PSGS asal Universitas Tadulako Palu, Dr. Syamsul Arifin mengungkapkan bahwa di sisi lain, tren studi kegempaan di Sulawesi masih minim. Studi kegempaan juga dianggap sebagai hal urgen untuk didorong, sebab selama ini masyarakat belum teredukasi dengan baik.

"Dari awal 2018, gempa Palu menghentak kita semua, bahwa gempa bisa sangat besar dan ternyata bisa terjadi di sekitar kita," kata Arifin.

Arifin kemudian mengungkap data di salah satu situs penyedia jurnal ilmiah berstandar asing. Di sana tercantum dua ratusan studi tentang Gempa Palu 2018. Sedangkan gempa Mamuju 2021 baru ada empat penelitian. Sebagai perbandingan, gempa Kobe, Jepang, di tahun 1995 telah jadi bahan studi pada 6.468 jurnal ilmiah.

"Artinya (kita) masih minim sekali. Peneliti harus kita dorong untuk mengungkapkan lebih banyak lagi tentang gempa di Sulawesi. Karena kita ada ancaman di situ sebenarnya," kata Arifin.

Baca Juga: Fakta Gempa M 5,8 di Mamuju Sulbar Menurut Daryono BMKG

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya