7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya Toxic

Yuk, kenalan sama toxic positivity

Kamu udah tau belum nih, bahwa mencoba untuk selalu positif itu bisa menjadi toxic? Lebih tepatnya memaksa untuk selalu positif, entah itu ditujukan untuk diri sendiri maupun orang lain.

Sikap seperti ini cenderung bersifat denial atau penyangkalan terhadap emosi-emosi yang sebetulnya wajar untuk di alami setiap manusia, seperti sedih, marah, cemburu, kecewa, berduka, hampa, dan lain sebagainya.

Dilansir Psychology Group, toxic positivity memiliki definisi sebagai berikut,

Generalisasi berlebihan dari keadaan bahagia dan optimis yang menghasilkan penyangkalan, minimalisasi, dan invalidasi (pembatalan) terhadapan pengalaman emosional manusia yang otentik.

Hal tersebut berakibat buruk karena dengan mengabaikan perasaan tertentu, perasaan tersebut tidaklah hilang melainkan berubah menjadi emosi yang tertekan. Alih-alih diabaikan dan ditolak, perasaan atau emosi-emosi negatif seharusnya diterima lebih dulu untuk kemudian dihadapi.

Lantas bagaimana kita mengenali tanda-tanda dari toxic positivity ini? Toxic positivity umumnya muncul dan mudah dikenali melalui pernyataan atau ucapan-ucapan seperti berikut ini.

Baca Juga: 10 Penyebab Kamu Sering Terjebak Toxic Positivity, Sering Gegabah!

1. "Udah jangan dipikirin! Stay positive, oke?"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi dua orang sedang berinteraksi (pexels.com/Karolina Grabowska)

Banyak dari kita yang tidak ingin terlihat buruk, selalu positif bahkan mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain. Tanpa sadar, keinginan untuk membangun image tersebut justru membawa kita pada sisi gelap dari label 'positif' itu tadi.

Kata-kata semacam "Udah dong, stay positive aja!" nyatanya tidak membuat diri kita merasa lebih baik atau lebih positif, kan? Justru malah membuat kita merasa bahwa apa yang kita rasa tidak valid dan seolah tidak diperbolehkan.

Alih-alih mengatakan demikian, kita bisa menggantinya dengan ucapan, "Gapapa untuk merasa apa yang kamu rasa saat ini, aku dengerin ya!" yang itu juga bisa kita katakan pada diri sendiri, ketika sedang merasakan emosi-emosi negatif.

2. "Dibawa happy aja kali!"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi seseorang sedang bersedih (pexels.com/Alena Darmel)

Semua orang pasti ingin selalu bahagia di sepanjang hidupnya, namun kenyataannya tidak ada orang yang bisa selalu merasa bahagia. Terutama secara emosi.

Jadi perkataan semacam "Udahlah happy aja!" sangatlah percuma untuk dikatakan bahkan menunjukkan betapa tidak bersimpatinya kita terhadap pengalaman emosi orang lain, atau diri sendiri. 

Sebaliknya, jika kita ingin membuat emosi seseorang merasa valid dan membantunya berdamai terhadap emosi tersebut, kita bisa mengatakan "Aku bisa lihat kalo kamu tertekan banget, ada yang bisa aku bantu gak kira-kira?" 

3. "Kegagalan tuh bukan pilihan, bro! Coba terus!"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi seseorang sedang memikirkan masalah (pexels.com/Nathan Cowley)

Sebagaimana dunia yang selalu berputar, hidup manusia pun demikian. Adakalanya berhasil, adakalanya gagal. Adakalanya baik, adakalanya buruk. Apa pun hasilnya, tidak bisa membatalkan usaha atau perjuangan yang telah dilakukan seseorang.

Sering saat seseorang mengalami kegagalan dalam hidupnya, orang-orang di sekitarnya atau bahkan dirinya sendiri akan sibuk menghakimi setidaknya dengan kata-kata "Ayolah coba lagi, jangan nyerah, dan kali ini kamu harus memilih untuk gak gagal lagi!"

Kata-kata tersebut memang terkesan positif, menarik, bahkan mungkin ditujukan untuk memotivasi. Tetapi kata-kata tersebut melewatkan satu hal, yaitu memvalidasi perasaan dan perjuangan seseorang terhadap sesuatu.

Maka, apa salahnya untuk mengatakan "Kegagalan adalah bagian dari proses, untuk tumbuh, berkembang, dan sukses. Tuhan tau kamu sudah berusaha." 

4. "Kalo aku aja bisa, kamu juga harus bisa!"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi seseorang sedang berteriak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setiap orang tentu mempunyai latar belakang, pengalaman, serta karakter yang berbeda-beda, yang ini menyebabkan hidup setiap orang antara satu sama lain menjadi benar-benar berbeda.

Sehingga kita tidak bisa menyamakan hidup kita dengan hidup orang lain. Kita bisa belajar antara satu sama lain, tapi kita tidak bisa menyalin kehidupan siapapun. Begitu juga sebaliknya.

Jadi, pernyataan semacam "Orang lain bisa, kenapa aku engga," atau "kalau aku bisa, kenapa kamu engga," adalah pernyataan yang hanya akan menimbulkan insecurity dari dalam diri seseorang.

"Kamu punya waktu dan caramu sendiri untuk bersinar, aku percaya versimu adalah yang terbaik untukmu." Katakan ini aja ya.

5. "Banyak yang lebih menderita dari kamu!"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi tiga orang sedang berkumpul (pexels.com/Alena Darmel)

Ada satu pernyataan yang tepat untuk menanggapi ucapan seperti itu, yakni, "Mengetahui bahwa ada jutaan orang yang lebih menderita dari kita, tidak akan membuat diri kita merasa lebih baik."

Bukan berarti kita tidak memiliki empati terhadap penderitaan orang lain, tapi poinnya adalah bahwa menyampaikan ucapan semacam "Ada orang yang lebih menderita dari kamu," tidak memiliki korelasi dengan apa yang seseorang sedang rasakan.

Perasaan sedih, kecewa, hingga menderita bisa dirasakan oleh siapapun, terlepas dari latar belakang, status sosial, fisik atau apapun yang dimilikinya. Tidak berarti bahwa jika seseorang lebih beruntung, maka ia tidak boleh merasakan kesedihan.

Maka sebaiknya kita mulai merevisi kata-kata semacam itu dan menggantinya dengan kata-kata yang membuat seseorang merasa bahwa apa yang dihadapi dan dirasakannya valid. 

6. "Hapus deh buruan pikiran dan perasaan negatifnya, gak bagus tau!"

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi seseorang sedang bersedih dan menjauh dari dua orang lainnya (pexels.com/Keira Burton)

Bisa jadi ketika mengucapkan kata-kata seperti ini, seseorang bertujuan baik dan bermaksud agar kita bisa segera melewati fase negatif tersebut. Namun, nyatanya kata-kata tersebut bisa berdampak lebih buruk pada kesehatan mental.

Sebab ketika seseorang sedang mengalami fase yang tidak nyaman dan menimbulkan pikiran atau perasaan negatif, percayalah seseorang tersebut juga tidak mau untuk berada di fase tersebut apalagi merasakan hal-hal tidak mengenakkan itu.

So, itu membuat orang yang sedang berada di fase itu semakin merasa buruk secara berlipat ganda, pertama karena masalahnya, kedua karena ia merasa tidak mampu menghapus perasaan-perasaan negatifnya.

"Merasa sedih, sengsara, kecewa, adalah bagian dari kehidupan, kamu boleh berbagi tentang apa yang kamu rasain agar kamu mungkin sedikit bisa merasa lebih ringan." See, kata-kata seperti ini terasa lebih bisa diterima ya?

7. "Yuk move on yuk, lupain aja yang udah terjadi."

7 Kata-kata ini Terkesan Positif, tapi Sebenarnya ToxicIlustrasi dua orang sedang berinteraksi (pexels.com/Rodnae Productions)

Setiap orang memang perlu move on dari apapun hal buruk atau hal tidak menyenangkan yang dialaminya. Namun, setiap orang memiliki fase, jangka waktu, dan proses yang berbeda-beda dalam mencapai titik move on tersebut.

Karena move on tidak bisa instan, dan seharusnya tidak menjadi slogan semata. Orang-orang yang berada di fase tersebut, benar-benar telah berdamai dengan apa yang sebelumnya dilalui, dan untuk sampai di titik itu tidaklah mudah.

Sehingga kata-kata itu seolah-olah menuntut kita untuk berproses dalam waktu sekejap yang mana itu tidak mungkin terjadi. Melupakan sesuatu seringkali juga bukan solusi karena itu juga identik dengan sikap denial.

__

So, kalau dirasa bahwa kita agak bingung dan kesulitan dalam merespon cerita seseorang atas pengalaman dan perasaan negatifnya, kita bisa memilih untuk mendengarkan secara simpatik aja apa yang seseorang itu sampaikan.

Karena yang terpenting tidak selalu respon kata-kata yang dibutuhkan, melainkan gestur dan kesediaan kita untuk mendengarkan demi membuat seseorang merasa diterima, dimengerti, atau ditemani. 

Baca Juga: 9 Cara Menghadapi Teman Toxic, Hindari Curhat di Media Sosial!

Sri Kisarah Husna Photo Community Writer Sri Kisarah Husna

Trying to fill my free time with activities other than eating and binge-watching. Cuap-cuap lain di apagimana.medium.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya