TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Alasan Stoisisme Bisa Menjadi Solusi Burnout di Era Modern 

Hindari overthinking, fokus pada hal yang bisa dikendalikan

pexels.com/Karolina Kaboompics

Menghadapi dunia modern yang semakin cepat, banyak tantangan, dan penuh ekspektasi seringkali menimbulkan kondisi kelelahan. Tidak hanya lelah secara fisik namun juga mental dan emosional ikut terpengaruh. Fenomena ini dikenal sebagai burnout.

Hal tersebut dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, baik dalam lingkungan kerja, pendidikan, maupun interaksi sosial sehari-hari. Namun, ada satu solusi klasik dari sebuah filosofi kuno yang masih relevan bahkan mulai banyak dilirik di zaman modern: stoisisme.

Stoisisme adalah filosofi Yunani kuno yang lahir pada abad ke-3 SM oleh Zeno dari Citium dan dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Meskipun sudah sangat lama, stoisisme nyatanya mampu menawarkan hal-hal berharga untuk menghadapi berbagai tantangan di zaman modern ini.

Berikut 5 alasan mengapa Stoisisme perlu dipelajari dan bagaimana filosofi ini dapat menjadi solusi mengatasi burnout. Yuk, kita bahas lebih lanjut!

Baca Juga: 5 Pelajaran Penting Stoisisme, Filsafat Romawi Kuno Berumur 2000 Tahun

1. Mengajarkan fokus pada hal yang bisa dikendalikan

Dalam stoisisme terdapat prinsip bahwa fokuslah pada apa yang berada di bawah kendali kita dan melepaskan kekhawatiran terhadap hal di luar kendali kita. Prinsip ini disebut juga dikotomi kendali. Ketika seseorang mengalami burnout biasanya terjadi akibat terlalu khawatir tentang hal-hal yang sebenarnya memang tidak bisa ia kontrol, seperti tindakan orang lain, opini orang, status dan popularitas yang ditentukan orang lain.

Stoisisme mengajarkan bahwa baik-tidaknya hidup hanya bisa dinilai dari hal-hal di bawah kendali kita bukan sebaliknya. Mengapa ini menjadi penting? Karena nantinya akan berpengaruh kepada kebahagiaan diri. Dengan kita memahami dan menerapkan dikotomi kendali, kita akan lebih mudah fokus pada usaha yang dapat kita lakukan, daripada mengkhawatirkan hasil yang mungkin tidak selalu sesuai harapan. Ketidakmampuan untuk menerima hal ini justru dapat menghambat kita dalam menemukan kebahagiaan.

2. Membantu kendalikan emosi negatif

Burnout sering kali disertai oleh emosi negatif seperti marah, cemas, atau frustrasi. Stoisisme menawarkan solusi pengendalian diri melalui rasionalitas dan introspeksi. Para filsuf stoisisme menekankan bila ingin terbebas dari emosi negatif, manusia harus hidup selaras dengan alam. Maksudnya bagaimana? Hidup selaras dengan alam artinya kita harus menggunakan nalar atau logika yang diberikan secara alami sebagai manusia.

Emosi berlebihan biasanya timbul dari kesulitan kita melihat situasi secara objektif. Stoisisme percaya bahwa jika kita menggunakan nalar dalam menghadapi segala hal, kita akan mudah menahan diri dari reaksi emosional yang impulsif dan merugikan.

Sebagai contoh, ketika kita merasa cemas menghadapi tugas dengan tenggat waktu yang sempit. Stoisisme mengajarkan untuk berhenti sejenak, merefleksikan situasi, dan bertanya: Apakah kekhawatiran ini membantu menyelesaikan masalah? Apakah hasil dapat kita kontrol, atau hanya usaha yang berada di bawah kendali kita? Mempraktikkan cara berpikir seperti ini memungkinkan kita mengurangi intensitas kecemasan dan menggantinya dengan respons yang lebih rasional dan tenang.

3. Membangun ketahanan mental

Premeditatio Malorum adalah satu tips dari stoisisme demi memperkuat ketahanan mental seseorang. Tips ini berarti mempersiapkan diri secara mental dengan membayangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk di masa depan. Alih-alih fokus kepada kekhawatiran yang dapat memicu burnout, lebih baik kita berlatih menerima kenyataan bahwa kemungkinan buruk bisa saja terjadi, namun tetap memiliki kemampuan menghadapinya.

Misalnya, saat kita cemas akan kegagalan dalam proyek besar di tempat kerja, latihan Premeditatio Malorum akan membantu dengan membayangkan skenario terburuk, seperti proyek tersebut mendapat kritik tajam atau tidak berhasil. Dengan menerima kemungkinan ini secara rasional, kita tidak hanya siap secara mental, tetapi lebih tenang dalam mengatasi situasi tak terduga. Melalui pendekatan stoisisme, kita diajarkan melihat setiap kesulitan sebagai kesempatan untuk bertumbuh, mengasah kemampuan, dan memperkuat daya tahan mental.

Writer

Salsabila putri

Seorang mahasiswa semester lima yang sedang senang menulis dan ingin tenggelam di dalamnya. Aktif menulis pula di platform medium, blogger, dan instagram.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya