TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Mengapa Kita Sulit Melawan Ego Sendiri

Salah satunya karena ego melindungi harga diri

ilustrasi melawan ego diri sendiri (pexels.com/Jessica Ticozzeli)

Ego, bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ego mendorong kita untuk maju dan berkembang. Di sisi lain, ego juga bisa menjadi penghalang terbesar untuk mencapai tujuan dan kebahagiaan.

Ego yang tak terkendali dapat membuat kita buta terhadap kekurangan diri, memicu konflik dengan orang lain, dan menghambat perjalanan hidup kita. Melawan ego bukanlah perkara mudah. Ada banyak alasan mengapa ego begitu sulit untuk dikalahkan. Berikut adalah lima alasannya.

Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Orang Dikendalikan Ego Susah Menghargai Kebersaman

1. Takut terkesan lemah atau salah

Ketika ego terlalu dominan, ada ketakutan besar akan terlihat lemah atau salah di depan orang lain. Mengakui bahwa kamu bisa salah atau tidak tahu sesuatu sering kali diartikan sebagai tanda kelemahan, padahal ini adalah bagian penting dari proses belajar dan berkembang. Takut terkesan lemah membuat kamu terus mempertahankan pendapat dan keputusan, meskipun sebenarnya kamu tahu ada kemungkinan kamu salah.

Rasa takut ini bisa sangat menghambat komunikasi yang sehat dan produktif. Misalnya, dalam hubungan personal, seseorang yang tidak bisa mengakui kesalahannya akan sulit membangun hubungan yang saling memahami dan menghargai. Dalam lingkungan kerja, ketakutan akan terlihat salah bisa membuat seseorang menghindari diskusi yang kritis dan penting. Padahal, mengakui kesalahan dan belajar dari situasi adalah kunci untuk berkembang dan menjadi lebih baik.

2. Kebiasaan yang sudah terbentuk

Ego juga sering kali terbentuk dari kebiasaan yang sudah ada sejak lama. Ketika kamu selalu merasa paling benar atau selalu ingin menang dalam setiap argumen, ini menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Kebiasaan ini bisa terbentuk dari lingkungan keluarga, pertemanan, atau pengalaman hidup sebelumnya. Kebiasaan ini begitu tertanam sehingga sulit untuk menyadari dan mengubahnya.

Mengubah kebiasaan memerlukan kesadaran dan usaha yang besar. Misalnya, jika sejak kecil kamu selalu diajarkan untuk bersaing dan menjadi yang terbaik, kamu mungkin tumbuh dengan ego yang kuat dan keinginan untuk selalu menang. Untuk melawan ego ini, kamu perlu belajar untuk lebih membuka diri dan menerima bahwa setiap orang bisa berkontribusi dan memiliki pendapat yang berharga. Ini bukan tugas yang mudah, tetapi dengan kesadaran dan latihan terus-menerus, kamu bisa mulai mengubah kebiasaan dan menjadi lebih terbuka serta rendah hati.

3. Rasa takut kehilangan identitas diri

Ego sering kali terkait erat dengan identitas diri. Ketika kamu sangat terikat dengan pendapat atau cara pandang tertentu, mengubahnya bisa terasa seperti kehilangan sebagian dari dirimu. Misalnya, jika kamu dikenal sebagai orang yang selalu percaya diri dan kuat, mengakui bahwa kamu bisa salah atau butuh bantuan bisa terasa sangat menakutkan. Rasa takut kehilangan identitas ini membuat kamu terus mempertahankan ego meskipun itu mungkin tidak selalu bermanfaat.

Memahami bahwa identitas diri tidak harus statis dan bisa berkembang adalah langkah penting untuk melawan ego. Identitas diri yang sehat adalah yang fleksibel dan bisa beradaptasi dengan situasi serta pengalaman baru. Dengan membuka diri untuk belajar dan berkembang, kamu sebenarnya memperkaya identitas dirimu dan menjadi pribadi yang lebih kuat. Jadi, jangan takut untuk berubah dan berkembang, karena itu adalah bagian alami dari proses hidup.

4. Ingin mendapatkan pengakuan

Keinginan untuk mendapatkan pengakuan adalah salah satu dorongan terbesar dari ego. Setiap orang ingin merasa dihargai dan diakui oleh orang lain. Ego membuat kita terus mencari validasi dari luar untuk merasa baik tentang diri sendiri. Ketika kamu terlalu terfokus pada mendapatkan pengakuan, kamu bisa kehilangan pandangan tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup. Kamu mungkin berusaha keras untuk memenuhi ekspektasi orang lain dan melupakan nilai-nilai serta keinginan pribadimu.

Mencari pengakuan dari orang lain bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, itu bisa memotivasi kamu untuk bekerja keras dan mencapai tujuan. Namun, di sisi lain, jika kamu terlalu bergantung pada pengakuan eksternal, kamu bisa kehilangan jati diri. Misalnya, kamu mungkin bekerja keras untuk mendapatkan promosi di kantor karena ingin diakui sebagai karyawan yang hebat, padahal pekerjaan tersebut tidak membuatmu bahagia. Dengan memahami bahwa pengakuan sejati datang dari dalam diri sendiri, kamu bisa lebih fokus pada kebahagiaan dan kepuasan pribadi.

Verified Writer

Annisa Nur Fitriani

She goes Boom!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya