Budaya Makassar dalam Lukisan Tanah Zaenal Beta

Beragam tanah asal Sulsel dijadikan medium lukis

Makassar, IDN Times - Sebuah lukisan umumnya dibentuk dari sapuan cat minyak di atas kanvas. Namun apa jadinya jika cat digantikan dengan medium lain? Tanah, misalnya.

Lukisan tanah bukan omong kosong, sebab sudah lama jadi identitas Zaenal Beta. Pelukis kelahiran Makassar, 19 April 1960 itu sudah dikenal luas dengan karya-karyanya yang di luar kebiasaan. Almarhum pelukis Affandi, bahkan menjuluki Zaenal sebagai profesor, karena dianggap penemu lukisan tanah.

Zaenal Beta hingga kini masih aktif melukis dengan tanah. Setiap hari dia bisa ditemui di galeri seni Makassar Art Gallery, di salah satu sudut benteng Fort Rotterdam Makassar. Di lokasi itu dia memajang karya-karyanya sekaligus mengajari pelukis-pelukis muda.

1. Temuan yang awalnya tidak disengaja

Budaya Makassar dalam Lukisan Tanah Zaenal Betagaleri-nasional.or.id

Zaenal Beta yang bernama asli Arifin mulai gemar menggambar pada usia 9 tahun. Namun medium tanah liat baru dia gunakan saat remaja, tepatnya di tahun 1980. Ceritanya, saat itu Zaenal diminta mewakili Sanggar Ujung Pandang pada pameran lukisan Dewan Kesenian Makassar di Gedung Kesenian. 

Zaenal mengisahkan, tenggat waktu menuju pameran semakin dekat. Padahal karyanya belum selesai. Pada suatu malam yang hujan, dia bergegas ke sanggar sambil membawa kanvas. Di tengah jalan kanvas itu jatuh sehingga penuh dengan noda tanah. 

"Saya sapu dengan jari, nodanya malah menyebar. Tapi lama-lama saya perhatikan itu noda malah mirip bentuk rumah. Sejak saat itu saya mulai melukis dengan tanah,” kata Zaenal beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Melihat Mozaik Budaya dan Sejarah Rakyat Sulsel di Museum La Galigo

2. Tidak menggunakan sembarang tanah

Budaya Makassar dalam Lukisan Tanah Zaenal Betazaenalbeta.blogspot.com

Di galeri kerja Zaenal terdapat berkaleng-kaleng tanah pengganti cat. Jika diminta, dia bersedia memperagakan caranya melukis. Mula-mula mencampurkan tanah untuk mendapat warna yang sesuai. Lalu tanah disapukan ke kanvas atau kertas, pakai tangan atau bilah bambu. Sesuai motif yang diinginkan.

Tidak sembarang tanah dipakai melukis. Zaenal harus keliling Sulawesi Selatan untuk mencari. Tapi kata dia, tanah yang paling bagus ada di tanah Luwu. Selain mudah merekat, teksturnya juga bagus dan beraneka warna. Tanah biasanya direndam dan disaring sebelum dipakai. Lalu hasil lukisan yang kering dilapisi dengan pernis supaya mengkilap.

Harga lukisan Beta brevariasi sesuai ukuran. Dari Rp 100 Ribu hingga Rp 4 Juta. Disesuaikan dengan kantong peminat. Proses pengerjaannya juga tergantung besar kecil. Biasanya makan waktu satu malam untuk satu lukisan dinding. Tapi jika memuat potret, bisa sampai tiga hari.

3. Menuangkan kebudayaan Makassar dan Sulsel

Budaya Makassar dalam Lukisan Tanah Zaenal Betagaleri-nasional.or.id

Selama dua puluh tahun terakhir ini Beta lebih banyak menuangkan kebudayaan Sulawesi Selatan pada lukisannya. Dia berupaya mengungkap berbagai tradisi-tradisi luhur masyarakat. Misalnya perkampungan tradisional, pelabuhan rakyat, tradisi panen petani, atau Phinisi dalam berbagai gaya. 

Salah satu lukisan yang ia bikin, contohnya lukisan Kapal Pihinisi yang terombang di lautan. Berjudul Badai Pasti Berlalu, lukisan itu menggambarkan keteguhan orang Makassar mengarungi cobaan dan ujian hidup.

Kepada murid-muridnya, Beta juga enggan memaksakan gayanya melukis untuk ditiru. Ia meminta orang melukis dengan bebas. Ia menganjurkan pelukis junior untuk mengikuti setiap tren, dan setelah mantap, menekuni budaya sendiri.

"Tugas seniman mengangkat budayanya. Kalau bukan kita, siapa lagi,” kata dia.

Baca Juga: Aksi Pesona 111 Kuda Renggong Junjung Tinggi Nilai Seni dan Budaya 

Topik:

  • M Gunawan Mashar

Berita Terkini Lainnya