TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal 3 Tradisi Perayaan Iduladha Masyarakat Sulsel

Sudah pernah mendengar kebiasaan "mabbaca-baca"?

Ilustrasi Pantai Losari Makassar. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Sebagai daerah yang kental dengan adat istiadat, Sulawesi Selatan memiliki sejumlah tradisi yang sarat dengan nilai-nilai Islam. Ritual unik ini tidak hanya dilakukan saat Idulfitri, tetapi juga pada Iduladha. Meskipun tradisi-tradisi tersebut identik pada kedua hari raya, intinya adalah untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Berikut ini adalah tiga kebiasaan unik masyarakat Sulawesi Selatan untuk merayakan Iduladha, seperti yang dirangkum oleh IDN Times. Mulai dari prosesi saling bermaafan, hingga tradisi tahunan masyarakat Gowa.

Baca Juga: Resep Burasa Khas Bugis, Penganan Gurih dan Lezat Pengganti Ketupat

1. Maleppe', prosesi bermaafan setelah salat id

Maleppe' secara terminologi berasal dari bahasa Bugis yang berarti "melepas." Dalam konteks tradisi ini, yang dilepaskan adalah dosa-dosa dalam diri sendiri dan dosa orang lain melalui proses memaafkan.

Setelah salat id, setiap orang saling meminta maaf untuk membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang telah lalu. Selain itu, tradisi ini di sebagian tempat melibatkan ritual melepas pakaian lama dengan cara melarungnya ke sungai atau laut. Ini simbolisasi melepas sifat-sifat buruk dan memulai hidup baru yang bersih.

Setelah itu dilakukan kunjungan ke rumah tetangga, kerabat, atau teman untuk menjalin silaturahmi (assiara). Tradisi maleppe' tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi mencerminkan bagaimana masyarakat Bugis-Makassar mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan adat istiadat mereka.

2. Mabbaca-baca, bentuk rasa syukur atas rezeki setahun terakhir

Mabbaca-baca (atau mabaca doang) adalah ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki dan berkah yang diterima selama setahun. Untuk merayakannya, tuan rumah akan mengundang tetangga dan kerabat untuk menikmati hidangan hari raya bersama-sama.

Sebelum hidangan disantap, dilakukan pembacaan doa oleh imam desa atau pemuka adat setempat (Puang Anre Guru) yang posisinya setara dengan pemuka agama. Mabbaca-baca ini penting sebab juga menjadi bentuk pengharapan dan permohonan berkah untuk masa depan.

Mabbaca-baca tidak hanya dilakukan pada saat Idulfitri atau Iduladha, tetapi juga pada kesempatan lain seperti syukuran panen. Ini menunjukkan betapa pentingnya tradisi ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis-Makassar, di mana rasa syukur dan kebersamaan selalu jadi prioritas utama.

Berita Terkini Lainnya