Syekh Yusuf dari Gowa, Dikagumi Budak Disegani VOC di Afrika Selatan

VOC mengasingkan Syekh Yusuf dari Makassar ke Afrika Selatan

Makassar, IDN Times - Selain kisahnya menjadi musuh otoritas Hindia-Belanda, riwayat Syekh Yusuf sendiri tak selesai begitu saja saat ia dibuang ke Afrika Selatan. Diasingkan sejauh 10 ribu kilometer dari kampung halamannya, Pahlawan Nasional kelahiran 3 Juli 1626 tersebut turut membawa 49 pengikut, dua istri beserta 12 anak-anaknya.

Pada 2 April 1694, kapal Vootboeg yang membawa Syekh Yusuf bersama sanak familinya tiba di pesisir Cape Town. Mungkin saat itu ia pertama kali menyaksikan langsung Maclear's Beacon, atau yang biasa disebut Gunung Meja, yang termahsyur dari atas geladak. Di usia 68 tahun, ia harus menerima kenyataan pahit: dibuang semakin jauh dari tanah Makassar.

Tiba di daratan, Syekh Yusuf disambut oleh Simon van der Stel selaku Gubernur Dutch Cape Colony. Ia kemudian memberitahu bahwa sebuah peternakan di Zandvliet, 36 kilometer timur Cape Town, disiapkan sebagai tempat tinggalnya. Pemilihan lokasi yang sangat jauh dari kota bukan tanpa alasan. Kompeni hendak meminimalisir pengaruh Syekh Yusuf, sesuatu yang gagal mereka lakukan saat ia ditahan di Batavia dan Ceylon.

1. Syekh Yusuf bersama sanak familinya tiba di Cape Town dari Ceylon pada 2 April 1694

Syekh Yusuf dari Gowa, Dikagumi Budak Disegani VOC di Afrika SelatanPemandangan pesisir Cape Town dan Table Mountain dari lepas pantai dalam lukisan buatan Aernout Smit (1641-1710) tahun 1683. (Wikimedia Commons)

Rashid Begg dalam artikel "Towards the Historical Sociology of Almsgiving in "South African Islam"" menulis bahwa Islam sejatinya sudah ada di Afrika Selatan sejak pertengahan abad ke-17. Agama tersebut datang seiring kebijakan VOC saat itu mengirim budak dari wilayah koloni mereka. Antara lain pesisir barat dan timur Afrika, India selatan, Srilanka, dan tentu saja wilayah Nusantara.

Cape Town pun sejak lama dikenal sebagai tujuan pembuangan figur-figur yang dianggap berbahaya oleh Kompeni. Ada ulama asal Sumatera Barat yakni Syekh Abdurrahman Matebe Syah yang tiba pada 1667. Lalu Pangeran Cakraningrat IV (Syekh Matura) dari Madura, serta dua pemuka agama asal Sumbawa (NTB) yaitu Tuan Jalil Lalu Dea Koasa dan Tuan Ismail Lalu Dea Malela.

Usai dua bulan lebih di Cape Town, Syekh Yusuf dan pengikutnya dikirim ke Zadvliet. Mereka tiba di peternakan dan pemukiman yang disiapkan VOC pada 14 Juni 1694. Menurut Mansoor Jaffer dalam buklet "Guide to Kramats of the Western Cape", ia mendapat tunjangan bulanan sebanyak 12 Rixdollar untuk menghidupi keluarga dan pengikutnya.

2. Di Zandvliet, peraturan ketat Kompeni tak menghalanginya jalankan aktivitas keagamaan

Syekh Yusuf dari Gowa, Dikagumi Budak Disegani VOC di Afrika SelatanLukisan Syekh Yusuf Al-Makassari, figur ulama berpengaruh asal Gowa-Tallo dan pemimpin pasukan kubu Sultan Ageng Tirtayasa di Perang Saudara Banten (1682-1683), dalam prangko Afrika Selatan terbitan tahun 2011. (Universal Postal Union)

Rencana VOC untuk mengerdilkan pengaruh Syekh Yusuf kembali gagal total. Dalam waktu singkat, Zandvliet menjadi tempat berkumpulnya para budak yang melarikan diri dan orang-orang berstatus buangan dari wilayah koloni Belanda lainnya. Area peternakan tempat tinggal ulama asal Makassar itu kemudian menjadi pemukiman komunitas Muslim pertama di Afrika Selatan.

Lebih jauh, Syekh Yusuf juga melanjutkan tugas sebagai ulama dan pengajar tarekat sufi Khalwatiyah dan Qadariyah. Terlebih saat itu, pemeluk ajaran tersebut tersebar di Afrika Utara, semenanjaung Arab hingga India. Suleman Essop Dangor dalam buku "A Critical Biography of Shaykh Yusuf", menyebut aktivitas keagamaan dilakukan secara sembunyi-sembunyi sebab dilarang oleh Kompeni.

"Sikap enggan Belanda terhadap Islam ini muncul setelah mereka mendapat perlawanan sengit nan pahit saat mencoba menaklukkan beberapa kesultanan di wilayah Hindia Timur (Indonesia). Belanda tidak hanya secara sadar menolak penyebaran Islam, tetapi bahkan memerintahkan agar semua budak di Tanjung (Cape Town) waktu itu untuk memeluk agama Kristen," tulis Dangor.

Baca Juga: Kobar di Tanah Banten: Saat Syekh Yusuf Pimpin Perlawanan Rakyat

3. Syekh Yusuf jadi figur yang disegani para budak lantaran status sebagai ulama dan "musuh VOC"

Syekh Yusuf dari Gowa, Dikagumi Budak Disegani VOC di Afrika SelatanMakam ulama dan pahlawan nasional Syekh Yusuf Tuanta Salamaka di Macassar, Cape Town, Afrika Selatan. (Wikimedia Commons/Janek Szymanowski)

Tak sulit bagi Syekh Yusuf untuk mendapat pengikut. Selain pandangan bahwa ia memiliki karamah khas Wali, status sebagai "musuh Kompeni" akibat memimpin perlawanan di Banten membuatnya langsung disegani oleh para budak. Mereka kagum pada kisah perlawanan putra Makassar ini di tanah Banten, termasuk gigihnya riwayat perlawanan Gowa-Tallo di Perang Makassar yang kerap ia ceritakan. Ada mimpi tentang kemerdekaan yang merekah.

Meski begitu, banyak sejarawan menyebut pengaruhnya hanya terbatas di Zandvliet saja. Ini terjadi lantaran ketatnya pengawasan dari Belanda. Tetapi, banyak pejabat Belanda di Cape Town yang menaruh hormat pada Syekh Yusuf. Beberapa di antaranya adalah Gubernur Simon van der Stel serta sang anak, Willem Adriaan, yang menurut riwayat menjadi sahabat dekatnya.

Syekh Yusuf wafat pada 23 Mei 1699, di usia 73 tahun. Jenazahnya sempat dikebumikan di Zandvliet yang kini berubah menjadi Macassar. Berkat usaha Sultan Gowa ke-19, I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiung (memerintah 1677-1709), jasadnya bisa dipulangkan bersama sejumlah sanak famili pada 1705.

Baca Juga: Asal-Usul Syekh Yusuf yang Punya Lima Makam di Tiga Negara

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya