Sejarah EIC Inggris dan Gowa: Hubungan Harmonis yang "Dirusak" VOC

Kongsi dagang Inggris itu pernah punya pabrik di Makassar

Makassar, IDN Times - East Indies Company (EIC) milik Kerajaan Inggris memang tak punya banyak porsi dalam buku sejarah Indonesia. Mereka bahkan bisa dibilang kalah saing dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang benar-benar menancapkan kukunya tak cuma di sektor ekonomi, tapi juga politik banyak kerajaan di Nusantara.

Namun, bukan berarti EIC lantas tak punya kisah yang tak bisa diceritakan. Mereka pun pernah menjalin relasi dengan Gowa-Tallo pada abad ke-17. Ini dijabarkan secara dalam buku The East India Company 1600-1858 Volume I : England's Quest of Eastern Trade (Taylor & Francis, 2022).

Kisah awal pertemuan Gowa dan para pelaut-pedagang EIC dimulai di dekade awal 1600-an. Saat itu, mereka membawa pulang banyak rempah-rempah sepulang dari ekspedisi pertama di Pulau Jawa. Informasi yang mereka peroleh, pala dan cengkah tersebut berasal dari Kepulauan Maluku.

1. EIC langsung menjalin relasi dengan Gowa-Tallo tak lama setelah terbentuk

Sejarah EIC Inggris dan Gowa: Hubungan Harmonis yang Dirusak VOCPemandangan Istana Balla Lompoa yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa antara tahun 1883 hingga 1889, dalam lukisan litograf karya Josias Cornelis Rappard. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Singkat cerita, koridor pelayaran London - Banda langsung tercipta juga di dekade pembuka abad ke-17. Kapal-kapal berbendera Saint George's Cross saat itu mulai mondar-mandir di Semenanjung Malaka dan Nusantara. Pesaing terberat EIC saat itu, VOC alias perkumpulan saudagar Belanda, mulai merasa terancam.

Kapal-kapal EIC sendiri sempat hanya singgah di pesisir Makassar untuk membeli tambahan rempah dan muatan kapal. Tapi, lambat laun, hubungan ekonomi dan jual-beli komoditas dengan Gowa-Tallo ternyata berimbas positif. Kontak pun dijalin dengan petinggi kesultanan kembar yang baru menerima Islam pada 1605 tersebut.

Dan pada Juli 1613, EIC resmi membuka pabrik di pesisir Makassar. Hal ini terang saja tak disambut gembira oleh VOC yang berusaha menerapkan monopoli. Menurut Edward L. Polinggomang dalam buku Makassar Abad XIX (KPG, 206), prinsip perdagangan bebas yang dianut EIC sejalan dengan visi Sultan Malikussaid, penguasa Gowa saat itu.

2. Sebuah pabrik didirikan oleh EIC di Makassar pada Juli 1613

Sejarah EIC Inggris dan Gowa: Hubungan Harmonis yang Dirusak VOCGambar pabrik milik East India Company (L), kongsi dagang Inggris, di Makassar pada 1638, menurut peta tahun 1670. (Wikimedia Commons)

Periode hubungan dagang Gowa dan EIC kian terasa pada dekade 1620-an. Pabrik-pabrik yang sudah mereka dirikan lebih dulu di Pesisir Coromandel di India akhirnya mendapat lokasi pemasaran tambahan. Pesisir Makassar sebagai zona perdagangan semakin semarak berkat meningkatkan volume perdagangan cengkeh.

Menurut Sanjay Subrahmanyam dalam The Political Economy of Commerce: Southern India 1500-1650 (Cambridge University Press, 2002), Ambon dan Ternate memang sudah dikuasai VOC pada 1605 dan 1607. Tapi, cengkeh di pasar Makassar saat itu berasal dari kebun-kebun di Ternate dan Tidore yang masih dikuasai Spanyol.

"Antara 1622 hingga 1643, ketika VOC secara efektif memadamkan semua sumber 'cengkeh selundupan', perdagangan terus berkembang pesat. Kebijakan Inggris adalah menggunakan pabrik-pabrik Coromandel mereka untuk memasok Batavia (hingga 1628), dan Banten (setelah itu) dengan tekstil, yang kemudian dibawa ke Makassar," tulis Sanjay.

3. Perang Makassar mengakhiri hubungan harmonis antara EIC dan Gowa

Sejarah EIC Inggris dan Gowa: Hubungan Harmonis yang Dirusak VOCLukisan karya Romeyn de Hooghe tentang suasana sebuah pertempuran Perang Makassar (1666-1699) antara pasukan koalisi VOC-Bone-Buton pimpinan Laksamana Cornelis Speelman dan pasukan Kesultanan Gowa Tallo. (Wikimedia Commons/Koninklijke Bibliotheek)

Tekstil produksi pabrik Coromandel kemudian menjadi salah satu alat tukar untuk cengkeh. EIC kemudian mengirimnya ke pasar Eropa. VOC kemudian mendirikan sebuah kantor pada 1625 di Makassar untuk mengawasi "cengkeh selundupan." Tapi tak berhasil. Kompeni kemudian memakai cara keras dengan mengirim kapal perang pada 1635.

Namun, upaya gertak ini ternyata juga sia-sia. Pada awal tahun 1636, sebanyak 136 ton cengkeh tiba dengan selamat di Eropa dengan kapal-kapal EIC. Kebakaran jenggot, VOC mulai menekan secara politis. Berturut-turut pada 1637, 1655 dan 1660, Gowa diminta menandatangani "perjanjian damai" tapi justru mengikis upaya Gowa mempertahankan perdagangan bebas.

Tiga "perjanjian damai" tak membuat EIC bisa angkat kaki begitu saja dari Gowa. Akhirnya, VOC mengobar perang secara besar-besaran dengan Gowa yang saat itu dipimpin Sultan Hasanuddin pada 1666. Akhirnya, kedua kubu sepakat menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667, sekaligus memastikan EIC benar-benar minggat.

Baca Juga: [FOTO] Melihat Suasana Kawasan Pecinan Makassar 100 Tahun Lalu

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya