Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga Konjo

Semua punya filosofi serta budaya yang unik, lho!

Makassar, IDN Times - Kita semua tahu bahwa Sulawesi Selatan punya segudang kekayaan budaya yang menjadi bagian dari khazanah Nusantara. Semuanya berasal dari suku-suku yang mendiami provinsi seluas 46 ribu kilometer persegi tersebut.

Agar kamu lebih mengenal mereka, IDN Times menyusun pembahasan singkat tentang suku-suku tersebut. Gak lupa, ada juga fakta unik dan menarik. Disimak, ya!

Baca Juga: 5 Fakta Unik Lipa’ Sabbe Sarung Khas Bugis, Motifnya Beragam

1. Bugis

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga Konjo(Ilustrasi) Para wanita suku Bugis di Makassar pada dekade 1930-an/Wikimedia Commons/Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen

Nah, membuka daftar ini adalah suku Bugis (To Ugi') sebagai yang terbesar, yakni 3,6 juta jiwa menurut data BPS tahun 2010. Masuk golongan Deutero-Melayu, wilayah utamanya yakni Barru, Pangkep, Sidrap, Parepare, Soppeng, Bone serta Wajo. Untuk berkomunikasi, Basa Ugi yang digunakan, dengan aksara Lontaraq untuk tulisan.

Orang-orang Bugis sudah dikenal sebagai perantau ulung sejak abad ke-17, dengan pekerjaan utama sebagai pedagang. Gak cuma di Nusantara, jejak mereka tersebar ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand hingga Filipina.

Memang sih, jumlah total populasinya cuma sekitar 6,3 juta jiwa. Tapi orang Bugis ikut meramaikan percaturan politik di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebut saja Haji Ambo Sooloh di Singapura pada awal abad ke-20, Syahrul Yasin Limpo yang kini menjabat Menteri Pertanian, serta Perdana Menteri Malaysia ke-8 Muhyiddin Yassin (2020-21). Wah, keren!

2. Makassar

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoI Mangimangi Karaeng Bontonompo, Raja Gowa ke-35, menyatakan kesetiaan kepada Hindia-Belanda di hadapan Gubernur Sulawesi G.A. Bosselaar pada tahun 1936. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Selanjutnya adalah suku Makassar (Tu Mangkasara') yang populasinya mencapai 3,7 juta jiwa menurut data BPS tahun 2010. Mereka mendiami daerah pesisir selatan seperti Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Kepulauan Selayar dan Bulukumba.

Kata "Mangkasara'" sendiri kurang lebih berarti "memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (jujur)." Mereka dikenal sebagai pelaut ulung dan gemar berlayar hingga negeri-negeri jauh. Alhasil, banyak tempat di luar Indonesia yang memakai nama suku mereka. Sebut saja Pante Macassar di Timor Leste, Makkasan di Bangkok hingga Macassar di Afrika Selatan.

Beberapa figur asal Makassar pun dikenal sebagai pejuang di masa kolonial Hindia-Belanda. Mulai dari Fatimah Daeng Takontu, Syekh Yusuf, Sultan Hasanuddin sampai Karaeng Galesong. Apa kamu tahu kisah-kisah heroik mereka?

3. Mandar

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoPara anak perempuan dari suku Mandar pada dekade 1920-an. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Meski mayoritas tinggal di Sulawesi Barat, suku Mandar juga mendiami Sulsel, dengan jumlah mencapai sekitar 500 ribu jiwa. Secara historis, mereka masih memiliki hubungan erat dengan para "sepupu" di provinsi tetangga. Bahkan kompak memiliki tradisi maritim yang panjang, dengan perahu tradisional Sandeq.

Lebih dari setengah juta jiwa suku Mandar bermukim di Majene, Mamuju dan Polewali. Sebagian lagi mendiami perbatasan Sulawesi Tengah - Sulawesi Barat. Bahasa daerah yang dituturkan juga bernama Mandar.

Kata "Mandar" sendiri berasal dari persatuan tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba'ba'na Binanga) dan tujuh kerajaan di pegunungan (Pitu Ulunna Salu). Keempat belas kerajaan ini kemudian bertekad untuk "Sipamandar" (menguatkan) sebagai satu bangsa lewat sebuah perjanjian.

4. Toraja

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoPara penari Toraja dengan busana tradisional di Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Selanjutnya ada suku Toraja yang diperkirakan mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Mereka dikenal atas ritual pesta kematian yang melegenda, rumah adat Tongkonan hingga ukiran kayu nan khas. Pesonanya sudah diketahui dunia sejak awal abad ke-20, tapi kian populer di pada 1970-an berkat promosi pariwisata nasional.

Nama "Toraja" sendiri berasal dari bahasa Bugis "To Riaja" dengan makna "orang-orang yang berdiam di negeri atas." Ini gak lepas dari lanskap geografis Kabupaten Toraja dan Toraja Utara yang didominasi pegunungan.

Sejarah mencatat mereka sempat melalui masa-masa getir, mulai dari peraturan sewenang-wenang pemerintah kolonial Hindia-Belanda sampai masa pemberontakan DI/TII di dekade 1950-an. Ikatan persaudaraan yang erat dan sangat terjaga jadi salah satu penguat mereka. Pada situasi sehari-hari, keluarga besar akan saling tolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual momotong kerbau, atau saling membayar utang. Damai banget, kan?

5. Enrekang, Duri dan Maiwa

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoAktivitas pasar di Kalosi, Enrekang, antara tahun 1920 hingga 1930. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Wilayah Kabupaten Enrekang didiami oleh tiga suku yakni Enrekang, Duri dan Maiwa. Karena budaya yang identik, mereka sepakat bersatu dalam nama "Massenrempulu" yang berarti "melekat seperti beras ketan."

Namun dalam bahasa Bugis disebut sebagi "Massinringbulu" atau "jajaran gunung-gunung." Ini gak lepas dari fakta kalau perbukitan memang mendominasi lanskap geografis Kabupaten Enrekang.

Ketiga suku tersebut terpusat di wilayahnya masing-masing. Suku Duri mendiami daerah pegunungan, suku Enrekang bermukim di Kota Enrekang dan sekitarnya, kemudian suku Maiwa berada di desa-desa yang berbatasan dengann Kabupaten Sidrap. Memang terpisah, tapi tetap bersatu.

6. Luwu

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoSuasana Istana Langkanae, tempat tinggal Datu' (Raja) Luwu dan pusat pemerintahan Kerajaan Luwu, antara tahun 1900 dan 1930. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Tana Luwu (wilayah yang mencakup Kota Palopo, Luwu, Luwu Timur dan Luwu Utara) jadi tempat bermukim To Luwu. Sebutan tersebut berasal dari dua suku kata yakni "to" (orang), dan "loo" atau "lau" (laut). Sehingga, To Luwu bisa dimaknai sebagai "orang-orang yang tinggal di daerah pesisir."

Banyak yang berpendapat bahwa To Luwu masih bagian dari suku Bugis, tapi orang Luwu punua perspektif sendiri atas eksistensi mereka. Umumnya, yang jadi rujukan adalah Lontaraq Pammana tentang lahirnya suku Ugi' (Bugis) di daerah Cina Rilau dan Cina Riaja. Naskah itu menyebut orang-orang Luwu bermigrasi ke daerah yang sekarang disebut Tana Bone dan Tana Wajo.

7. Konjo Pegunungan

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga Konjo(Ilustrasi) Beberapa warga adat Kajang Ammatoa sedang beraktivitas di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. (Dok. Samsul Maarif - Instagram.com/samsulmaarif6202)

Selanjutnya ada Suku Konjo Pegunungan (disebut juga Kondjo) mendiami di wilayah pegunungan Kecamatan Tinggi Moncong. Mereka tersebar di seluruh Kabupaten Gowa, Sinjai, Barru serta Jeneponto. Populasinya mencapai sekitar 200 ribu orang. Sama dengan saudara mereka suku Konjo Pesisir, mereka juga berpakaian serba hitam.

Kata "Konjo" dalam dialek Makassar berarti "di sana." Mereka umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Sistem pertanian bagi hasil sangat lazim, yakni para pekerja/penggarap menapat setengah atau 1/3 dari keuntungan panen, tergantung siapa yang membayar untuk benih dan keperluan tanam.

Hidup gotong royong juga amat melekat dalam kehidupan suku Konjo Pegunungan. Mereka bahu menbahu membangun rumah, mempersiapkan pesta atau bahkan saat panen hasil pertanian. Dijamin adem ayem!

8. Konjo Pesisir

Mengenal Suku-Suku di Sulsel: dari Bugis hingga KonjoSuasana area sekitar pintu masuk Kawasan Adat Ammatoa Kajang, salah satu obyek wisata di Kabupaten Bulukumba. (Dok. Hafis Dwi Fernando - Instagram.com/hafisdwifernando01)

Terakhir adalah suku Konjo Pesisir yang mendiami Kabupaten Bulukumba. Basis komunal mereka tersebar di Kecamatan Bonto Tiro, Kajang, Bonto Bahari dan Herlang. Semuanya adalah wilayah bagian timur Bulukumba.

Mereka punya tradisi maritim lain yakni membangun perahu pinisi. Tak heran, wisatawan kerap menemui jejeran kapal-kapal tradisional tersebut kala menyambangi Kecamatan Bonto Bahari.

Daya tarik lainnya adalah desa Tana Toa, sebuah perkampungan adat yang disakralkan. Jika pelancong hendak berkunjung, mereka harus memakai pakaian serba hitam dan gak sembarang menggunakan barang elektronik. Harus tetap alami ya, guys.

Nah, itu tadi bahasan singkat suku-suku di seantero Sulawesi Selatan. Kamu tertarik mempelajari filosofi kehidupan mereka? Atau malah kamu berasal dari salah satunya? Yang jelas, jangan anggap perbedaan sebagai sekat pemisah, ya!

Baca Juga: Resep Ayam Palekko Khas Bugis, Pedas Gurih Bikin Nagih

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya