Kisah Pahit Raja Bone La Tenri Ruwa, Dilengserkan Usai Memeluk Islam

Terusir dari tanah kelahiran, wafat di Bantaeng

Makassar, IDN Times - Riwayat Kerajaan Bone selalu erat dengan Perang Makassar (1666-1669), sebuah konflik perebutan pengaruh antar dua wilayah yang saling bertetangga. Meski begitu, Bone dan Makassar ternyata punya garis yang saling terhubung untuk perkara riwayat masuknya Islam ke Sulawesi Selatan.

Tak lama setelah Abdul Makmur atau Datuk ri Bandang datang, Kerajaan Gowa-Tallo resmi memeluk Islam pada 22 September 1605. Khatib Abdul Makmur menuntun I Malingkaeng Daeng Mannyonri Karaeng Katangka yang waktu itu menjabat sebagai Raja Tallo dan Perdana Menteri (Tuma'bicarabutta) mengucap dua kalimat syadahat. Setelah itu ikut pula Raja Gowa sekaligus penguasa tertinggi (Sombayya) Gowa-Tallo yakni I Mangari Daeng Manrabbia I Tuminanga ri Gaukanna.

Sang Sombayya dan Tuma'bicarabutta kemudian mengadopsi gelar Islam. Raja Gowa ditahbiskan sebagai Sultan Alauddin, lalu Raja Tallo menjadi Sultan Abdullah Awalul Islam.

1. Tertarik memeluk Islam setelah kedatangan Datuk ri Bandang

Kisah Pahit Raja Bone La Tenri Ruwa, Dilengserkan Usai Memeluk IslamWarga melintas di area Masjid Tua Katangka, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (5/5/2020). ANTARA FOTO/Arnas Padda

Tiga tahun berselang, yakni 1608, Gowa melakukan ekspedisi pengislaman. Tak disangka, tentara mereka mendapat perlawanan hebat dari persekutuan Raja-Raja Bugis. Tapi, reaksi berbeda justru ditunjukkan oleh Raja Bone ke-XI yakni La Tenri Ruwa. Ia diangkat sebagai penguasa Bone pada tahun 1611 sebagai penganti sepupunya, Ratu Bone We Tenri Pattuppu MatinroE ri Sidenreng, yang mangkat.

Dalam buku Siri': Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis-Makassar (Hasanuddin University Press, 1995), Laica Marzuki menulis bahwa La Tenri Ruwa tertarik dengan agama baru yang dianut orang-orang Gowa dan Tallo dan kemudian menganutnya. Sang raja bahkan menyebut bahwa memeluk Islam akan menjadi kebajikan bagi masyarakat Bone sendiri. Ini ternyata mengundang selisih paham dengan Dewan Ade' PituE.

Dewan Ade' PituE punya alasan dari sikap tersebut. Rahmawati dan Andi Reni di artikel ilmiah Islam dalam Pemerintahan Kerajaan Bone pada Abad ke XVII (Perdamaian dan Pembangunan: Perspektif Indonesia-Malaysia, 2021) menulis bahwa Ade' PituE menolak Islam karena adanya kekhawatiran akan dijadikan wilayah bawahan (vassal) Gowa.

2. Dilengserkan dari jabatan meski berusaha membujuk rakyat Bone

Kisah Pahit Raja Bone La Tenri Ruwa, Dilengserkan Usai Memeluk IslamTempat tinggal Raja Bone, antara tahun 1900 dan 1920. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Sebagai usaha terakhirnya, La Tenriruwa mengumpulkan seluruh rakyat Bone dan Ade' PituE untuk di sebuah lapangan. Di sana, ia kembali menyeru bahwa agama baru ini membawa kebaikan.

"Kalian telah mengangkat saya menjadi raja untuk membawa Bone kepada jalan yang baik. Raja Gowa datang membawa agama Islam yang menurutnya adalah kebaikan yang harus disebarkan," kata La Tenri Ruwa di hadapan Ade' PituE, seperti ditulis Ahmad Massiara Daeng Rapi dalam buku Menyingkap Tabir Budaya Sejarah di Sulawesi Selatan (Yayasan Bhinneka Tunggal Ika, 1988).

"Berdasarkan perjanjian kita dengan Gowa, siapa saja yang melihat kebajikan maka harus memberitahu pada raja lainnya. Dan sekarang Gowa datang kepada kita membawa agama Islam," imbuh La Tenri Ruwa. 

Namun, semuanya bergeming dari pendirian semula yakni menolak. Setelah itu, Ade' PituE sepakat untuk melengserkan La Tenri Ruwa dari jabatan sebagai Raja Bone, hanya tiga bulan setelah menjabat. Ia diganti oleh La Tenri Pale To Akkepeang Arung Timurung. Setelah lengser, La Tenri Ruwa dan keluarga terpaksa menyingkir ke Pattiro, sebuah daerah yang kini masuk dalam wilayah Kabupaten Bone.

3. Beberapa kali pindah setelah lengser dari jabatan Raja Bone

Kisah Pahit Raja Bone La Tenri Ruwa, Dilengserkan Usai Memeluk IslamIlustrasi La Tenri Ruwa Sultan Adam MatinroE ri Bantaeng, Raja Bone ke-12. (Koleksi Laboratorium Sejarah dan Budaya Universitas Hasanuddin)

Saat tahu La Tenri Ruwa diturunkan dari jabatannya, Sultan Alauddin kemudian mengirim sejumlah pasukan Gowa ke Pattiro untuk memberi perlindungan. Sebuah aksi militer pun dilakukan Gowa terhadap Bone, yang kelak dikenal sebagai Musu Asselengeng atau Perang Pengislaman. La Tenri Pale tak bisa membendung serangan Gowa, dan akhirnya takluk serta memeluk Islam pada 23 November 1611.

Tak lama usai dimakzulkan, La Tenri Ruwa dan keluarganya pindah ke Makassar. A. Zainal Abidin Farid dalam buku Capita Selecta: Sejarah Sulawesi Selatan (SIGn Publisher, 2017) menyebut bahwa ini adalah bentuk hak perlindungan dari Raja Gowa. Ia mempersilahkan La Tenriruwa untuk memilih tempat tinggal dan diberi jaminan kehidupan.

Di sana ia mendalami agama Islam dengan bimbingan Datuk ri Bandang, dan mendapat gelar Sultan Adam. Setelah itu, ia memutuskan pindah ke Bantaeng dan menetap di sana hingga tutup usia. Karena itulah La Tenri Ruwa mendapat gelar anumerta MatinroE ri Bantaeng.  

Baca Juga: Mengenal Museum La Galigo di Fort Rotterdam Makassar

Baca Juga: Mengenal 5 Simbol Petunjuk Waktu Baik dan Buruk Menurut Tradisi Bugis

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya