Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik Republik

Peristiwa April 1950 di Makassar mencoreng karier militernya

Makassar, IDN Times - Jika menyoal Andi Azis, yang paling sering disinggung dalam buku sejarah adalah keterlibatannya dalam pemberontakan bulan April 1950 di Makassar. Konfrontasi selama dua pekan itu seolah mencoreng kiprah Andi Azis. Padahal sepanjang dekade 1940-an, ia menerima pelatihan militer di Eropa dan ikut berjuang melawan bala tentara Nazi Jerman.

Andi Abdul Azis lahir di Sumpang Binangae, Kabupaten Barru, pada 19 September 1924 dari keluarga Bugis. Menginjak usia anak-anak, Andi Azis kecil disekolahkan ke Europe Leger School (ELS). ELS sendiri adalah sekolah dasar yang lebih banyak menerima murid dari keluarga berdarah Eropa, Belanda dan bangsawan lokal.

Namun, dirinya tak sempat menyelesaikan studi di ELS. Sejarawan Petrik Matanasi, dalam buku Sang Komandan (Trompet Book, 2012), menulis bahwa Andi Azis diangkat sebagai anak oleh seorang pensiunan Asisten Residen (pegawai negeri pangkat tertinggi pada masa kolonial Hindia-Belanda). Ia pun kemudian ikut diboyong ke Belanda.

1. Andi Azis turut bergabung dengan pasukan bawah tanah Belanda saat Nazi Jerman menduduki negara tersebut pada Perang Dunia II

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikTokoh fasis Belanda, Anton Mussert, didampingi beberapa pejabat militer Nazi Jerman, sedang berpidato di Den Haag, Belanda, 11 Oktober 1941. (Wikimedia Commons/Nationaal Archief)

Menghabiskan masa remaja di Negeri Kincir Angin, Andi Azis menikmati segala fasilitas ala Eropa, termasuk bangku sekolah. "Sebagai anak angkat orang Belanda terpelajar, mereka pastinya pendidikan modern yang hanya bisa dinikmati segelintir orang pribumi," tulis Petrik.

Masuk pada 1936, Andi Azis menyelesaikan studi Leger School (sekolah dasar) di tahun 1938. Setelahnya ia lanjut ke Lyceum (sekolah menengah atas) hingga 1942.

Tumbuh besar di Belanda, mekar pula keinginan menjadi tentara. Awalnya, ia ingin masuk Koninklijke Militaire Academie (KMA), sekolah militer Kerajaan Belanda. Sayang, Perang Dunia II pecah dan menghalangi usahanya mendaftar sebagai siswa KMA.

Kendati demikian, usahanya membela panji Statenvlag (bendera Belanda) tak ikut padam. Ia bergabung dengan pasukan perlawanan bawah tanah, melawan tentara Nazi Jerman yang mengokupasi Belanda sejak 15 Mei 1940. Sempat bertugas sebagai gerilyawan, Andi Azis dan kelompoknya kemudian menyusup ke front Nazi Jerman untuk melumpuhkan mereka dari dalam.

2. Di pengujung PDII, Andi Azis direkrut SEAC dan bekerja di India dan Sri Lanka

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikTank-tank Sherman milik tentara Kerajaan Inggris saat berada di Meiktila, Burma (Myanmar), pada Maret 1945. (Wikimedia Commons/Imperial War Museums)

Awal 1944, Andi Azis dan sejumlah koleganya secara sembunyi-sembunyi menyeberang ke Inggris, salah satu wilayah tempat sekutu menyusun strategi. Meski Italia, sekutu Nazi Jerman di PDII sudah terdesak di front selatan, front barat relatif lebih sepi. Fokus Adolf Hitler saat itu tertuju pada front timur, di mana ofensif melawan Uni Soviet sedang berkobar.

Andi Azis mendapat latihan berat ala pasukan komando (Commando Basic Training Center) di kamp pelatihan luar Kota London. Ia lalu melanjutkan pendidikan militer ala Negeri Raja George sebagai calon bintara di salah satu sekolah militer, dan lulus pada tahun 1945 dengan pangkat Sersan Kadet (Sargeant Cadet).

Agustus 1945, tiga bulan setelah Berlin jatuh, perang masih berkecamuk di Asia-Pasifik. Fokus Inggris dan sekutu beralih ke Jepang. South East Asia Command (SEAC) memerlukan tentara yang bisa berbahasa Indonesia. Nama Abdul Azis pun mencuat.

"Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya Calcutta dengan pangkat Sersan," tulis Petrik (hal. 62).

3. Kembali ke Indonesia pada Januari 1946, ia langsung diangkat menjadi komandan regu KNIL di Jakarta

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikKapten Andi Azis sedang memeriksa pasukannya sewaktu mengganti tanda-tanda pengenal dan pangkat KNIL, menjadi tanda pengenal dan pangkat APRIS. (Arsip Keluarga Besar Andi Djuanna Daeng Maliungan)

Agustus '45 menjadi titik balik di Teater Pasifik. Dua bom atom kiriman sekutu meluluhlantakkan dua kota strategis Jepang. Kaisar Hirohito pun mengumumkan Dai Nippon sudah takluk pada 15 Agustus 1945.

Usai Jepang menandatangani dokumen kapitulasi pada 2 September, Andi Azis memilih kembali ke Indonesia yang baru merdeka. Rasa rindu kepada orangtua jadi pendorong terbesarnya untuk kembali.

Mendarat di Jakarta pada 19 Januari 1946, Andi Azis waktu itu menjabat sebagai komandan regu KNIL (Tentara Kerajaan di Hindia-Belanda). Setahun kemudian, ia mengambil kesempatan cuti panjang untuk kembali ke Barru. Tak lama berselang, Andi Azis kembali dipanggil masuk KNIL. Kali ini, ia naik pangkat menjadi Letnan Dua.

Dari sini, karier militernya menanjak cepat. Satu setengah tahun menjadi ajudan Presiden Negara Indonesia Timur (NIT) Tjokorda Gde Raka Soekawati, ia bertugas sebagai instruktur sekolah pasukan penerjun payung KNIL yakni SSOP (School tot Opleiding voor Parachusten) di Bandung pada 1948.

Baca Juga: Konferensi Malino, Upaya Pertama Belanda Recoki Kemerdekaan Indonesia

4. Masuk tahun 1950, Andi Azis terseret konflik antara kaum unitaris dan federalis

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikKapten Andi Azis (tengah) saat masih menjadi ajudan Presiden NIT Tjokorda Gde Soekawati pada tahun 1948. (Dok. Keluarga Besar Andi Djuanna Daeng Maliungan)

Masih di tahun 1948, Andi Azis --yang sudah menjadi Letnan Dua-- dikirim ke Makassar sebagai komandan kompi KNIL dengan jumlah anak buah sebanyak 125 orang. Masuk 1950, penyatuan TRI dan berbagai laskar gerilya di seluruh Indonesia jadi titik awal pembentukan TNI (atau Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Atas pertimbangan pengalamannya, Andi Azis dinaikkan pangkatnya jadi kapten.

Siapa sangka, di tahun 1950, Andi Azis terseret dalam intrik. Perselisihan kaum unitaris (pendukung negara kesatuan) dan kaum federalis (pro Republik Indonesia Serikat) kian meruncing. Pemerintah NIT berulang kalo menyurati Kementerian Pertahanan agar segera mengangkat sekitar 1.300 serdadu KNIL di Makassar ke dalam APRIS/TNI.

Singkat cerita, Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX malah memberi tahu Pemerintah NIT bahwa satu batalyon tentara APRIS akan dikirim ke Makassar. NIT meminta Jakarta menunda, demi melapangkan jalan tentara KNIL Makassar menjadi bagian dari APRIS. Ada bentrokan yang ingin mereka hindari. Namun, ternyata ada maksud tersembunyi.

5. Lantaran terhasut, ia dan 1.300 serdadu KNIIL melakukan "pemberontakan" pada 5 April 1950

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikKapten Andi Azis bersama kompinya memberi penghormatan kepada pejabat NIT, APRIS dan KNIL setelah resmi menjadi bagian dari APRIS pada awal tahun 1950. (Dok. Keluarga Besar Andi Djuanna Daeng Maliungan)

"Pemerintah NIT melihat adanya bahaya turut campur tentara APRIS dalam pergolakan tersebut, di mana oknum-oknum APRIS akan memberi angin kepada golongan unitaris dan kepada golongan ini mereka sangat bersimpati," tulis Bahtiar dkk dalam makalah Peristiwa Andi Azis di Sulawesi Selatan 5 April 1950 (Seminar Series in Humanities and Social Sciences No. 1, 2019).

Intinya, beberapa pihak takut penggabungan NIT ke Republik Indonesia benar-benar terjadi. Suara sumbang rencana pengiriman APRIS datang dari sejumlah pejabat NIT. Namun, petinggi KNIL di Indonesia Timur dan Kalimantan meminta para prajurit menjaga jarak dari konflik unitaris-federalis.

Tanggal 4 April 1950, beberapa hari jelang regu APRIS dari Jakarta tiba, Andi Azis bertemu Dr. Chris Soumokil, mantan Menteri Kehakiman NIT dan kelak mendirikan Republik Maluku Selatan. Beberapa sejarawan menyebut bahwa Dr. Soumokil sengaja "memperalat" Andi Azis untuk memberontak. Padahal di mata prajurit KNIL, satu kompi APRIS di Makassar pimpinan Andi Azis sudah cukup menjadi tanda "wewenang" kaum unitaris.

Andi Azis termakan hasutan. Pada 5 April 1950 pukul 6.00 pagi, ia dan 1.300 serdadu KNIL merebut sejumlah fasilitas penting seperti stasiun radio, lapangan terbang Mandai dan memblokade pelabuhan. Seluruh Makassar dikuasai pada jam 10.00, setelah terjadi kontak tembak dengan pasukan TNI.

6. Atas perbuatannya, Andi Azis dijatuhi hukuman 14 tahun penjara

Kiprah Andi Azis: Melawan Nazi Jerman hingga Terhasut Intrik RepublikKapten Andi Azis (kiri duduk) saat mendengar putusan jaksa dalam persidangan untuk pemberontakan April 1950, di Yogyakarta pada 8 April 1953. (Dok. Keluarga Besar Andi Djuanna Daeng Maliungan)

Pemerintah pusat pun berang. Andi Azis pun diberi ultimatum untuk segera melapor ke Jakarta pada 9 April 1950. Namun ia lebih dulu mendiskusikan nasibnya pasca jika nanti menyerahkan diri pada Republik. Kesepakatan dicapai, termasuk kepastian bahwa dirinya takkan ditangkap.

Sayang, janji tak ditepati. Saat pesawatnya mendarat di Jakarta pada 13 April 1950, Andi Azis langsung dijebloskan ke penjara. Alasannya, ia sudah melewati batas waktu yang ditentukan.

Dalam proses persidangan, seluruh petinggi NIT yang menjadi saksi sama sekali tidak meringankan dakwaan Andi Azis. Ia pun dijatuhi hukuman penjara 14 tahun. Dr. Soumokil sendiri langsung terbang ke Ambon dengan pesawat Belanda pada 19 April, setelah tahu Andi Azis memilih menyerahkan diri. Dan 25 April 1950, RMS diproklamirkan.

Andi Azis dibebaskan pada 1958 dan menetap di Jakarta bersama sang istri. Ia baru menjejakkan kaki di Makassar pada 1970. Keluar dari penjara, Andi Azis menekuni dunia bisnis dengan bergerak di bidang pelayaran. Andi Azis meninggal pada 30 Januari 1984 di Jakarta karena sakit jantung. Jenazahnya dimakamkan di Desa Tuwung, Barru.

Baca Juga: Arief Rate: Memperjuangkan, Lalu Dikhianati Republik Sendiri

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya