Bicara Perempuan dalam Media dan Kasus Kekerasan di Obrolan Kedai #2 

Berbarengan dengan Hari Perempuan Internasional

Makassar, IDN Times - Bahasan perihal peran media dalam citra perempuan memang selalu menarik untuk dikulik. Entah di dalam bidang pemberitaan, hiburan, musik dan sinema. Topik tersebut juga menjadi tema pokok dalam acara Obrolan Kedai yang diadakan oleh Confie Coworking Space Makassar pada Kamis (12/3) pekan lalu.

Bersamaan dengan momentum Hari Perempuan Internasional, Obrolan Kedai yang masuk edisi kedua ini mengangkat tema "Komodifikasi dan Kekerasan Seksual". Hadir sebagai pemateri adalah Dhila Meutia, mahasiswa S3 Sosiologi Budata Media di Universitas Indonesia, dan Mutmainnah dari Komunitas Perempuan (di) Makassar.

1. Media acap kali abai dengan tugas untuk menciptakan citra positif tentang perempuan

Bicara Perempuan dalam Media dan Kasus Kekerasan di Obrolan Kedai #2 Ilustrasi Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

Peran media, khususnya sinema, jadi sorotan utama dalam acara diskusi lepas ini. Sebagai ujung tombak dari pihak yang membentuk pola pikir penonton --dan masyarakat Indonesia secara umumnya-- dalam citra perempuan. Namun, acap kali mereka abai dengan fungsinya sebagai pembentuk citra positif.

Salah satu contoh adalah fenomena di tahun 2009-2012, saat banyak sineas beramai-ramai membuat film horor erotis murahan dengan perempuan sebagai objek seksual semata. Hal tersebut disebut masih berlangsung hingga kini meski tak semasif beberapa tahun silam.

"Kita dapat mengambil contoh beberapa film yang mencitrakan perempuan sebagai makhluk yang seksi. Contohnya, pada film-film horor di Indonesia yang justru menampilkan kemolekan tubuh perempuan dan menempatkan perempuan sebagai objek seksual," ujar Dhila.

2. Peserta juga dijabarkan upaya gerakan akar rumput di Makassar melawan kekerasan terhadap perempuan

Bicara Perempuan dalam Media dan Kasus Kekerasan di Obrolan Kedai #2 Dok. Confie Coworking Space

Berbicara di lingkup lokal, didapati pula fakta bahwa angka kekerasan seksual di Makassar rupanya meningkat. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulsel, Makassar jadi kota/daerah dengan jumlah kasus tertinggi se-provinsi yakni 903 kasus.

Ini jelas jadi sinyal bahaya bahwa keselamatan perempuan masih riskan di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Ini menjadi alasan Mutmainnah bersama rekan-rekannya untuk bergerak di kelompok akar rumput. Mereka memberi edukasi kepada masyarakat perihal pendidikan seks dan kekerasan seksual, baik di tingkat orangtua maupun anak.

Salah satu komunitas yang menerapkan pendidikan tersebut ialah Komunitas Sobat Lemina yang mengedukasi anak-anak di tingkatan Sekolah Dasar melalui program "Aku Sayang Badanku". "Jadi para anak diedukasi mengenai bagian-bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain," ujar Mutmainnah.

Baca Juga: Confie Indonesia dan IDN Times Bagi-bagi Tips Jurnalistik bagi Pemula

3. Namun, diperlukan tindakan nyata dari semua pihak dan inovasi untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan

Bicara Perempuan dalam Media dan Kasus Kekerasan di Obrolan Kedai #2 Dok. Confie Coworking Space

Sebagai penutup, kedua pemateri berkesimpulan bahwa harus ada gerakan inovatif dari pemerintah dan lembaga-lembaga perempuan perihal cara menurunkan jumlah kasus kekerasan seksual kepada perempuan. Pihak-pihak yang terlibat di bidang media pun perlu diedukasi agar lebih jeli dalam perihal citra perempuan, mulai dari pemberitaan hingga perfilman.

Dhila pun berharap diskusi tentang perempuan tidak hanya sebatas diskusi saja, tindakan nyata perlu diambil sebagai langkah konkrit. "Bisa melalui pembuatan aplikasi pelaporan online melalui aplikasi mengenai kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan. Sehingga perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan seksual bisa speak up," tandasnya.

Baca Juga: Menjawab Dilema Berbahasa di Usia Dini Lewat "Obrolan Parenting #6"

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya