Pak Jokowi, Masker Itu Seharusnya Dibagikan Gratis untuk Publik

Satu boks masker N95 harganya meroket sampai Rp1,7 juta

Jakarta, IDN Times - Harga komoditas masker dan hand sanitizer langsung meroket tak lama usai Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengumumkan virus corona akhirnya masuk ke Indonesia pada Senin (2/3). Harganya pun tak masuk akal. Pantauan IDN Times di situs e-commerce atau situs jual beli daring seperti Tokopedia dan Bukalapak, satu boks masker N95 dijual dengan harga berkisar Rp1 juta-Rp1,7 juta. 

Sementara, harga hand sanitezer yang biasanya dijual sekitar Rp15 ribu, tiba-tiba melejit menjadi Rp45 ribu untuk ukuran 50 ml. Melihat fenomena itu, Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) ikut berkomentar.

Ketua Pusat PDEI, dr. Moh Adib Khumaidi, SpOT mengatakan seharusnya pemerintah langsung mengambil alih distribusi masker agar tidak dijual dengan harga semena-mena. Apalagi karena kurangnya edukasi, masker kini diburu oleh publik. Padahal, pemerintah jelas menyatakan masker sebaiknya digunakan oleh orang-orang yang tengah tidak sehat. 

"Masker juga seharusnya disediakan secara gratis oleh pemerintah di tempat dan fasilitas publik," ungkap Adib melalui keterangan tertulis PDEI pada Rabu (4/3). 

Selain masker, sabun cuci tangan dan hand sanitezer seharusnya juga disediakan secara cuma-cuma oleh pemerintah di semua fasilitas publik. Pembelian bahan makanan pun, kata Adib, seharusnya dibatasi. Isu wabah virus corona, Adib melanjutkan, seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab para pemangku di sektor kesehatan. 

"Semua stakeholder bangsa harus terlibat karena COVID-19 bukan tanggung jawab sektor kesehatan saja," tuturnya lagi. 

Lalu, ada kah sanksi bagi para penjual atau pihak-pihak yang sengaja mengambil keuntungan dengan menumpuk komoditas masker?

1. Pihak yang sengaja menimbun masker bisa diancam bui 5 tahun dan kena denda Rp50 miliar

Pak Jokowi, Masker Itu Seharusnya Dibagikan Gratis untuk PublikIlustrasi masker. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

PDEI mewanti-wanti bagi pihak-pihak yang dengan sengaja menimbun masker sehingga mengakibatkan hilangnya produk itu dari pasaran bisa diancam tindakan pidana. Mereka merujuk ke UU nomor 7 tahun 2014 mengenai perdagangan di pasal 104. Di sana tertulis, ancaman hukuman bagi pelaku yang terbukti sengaja melakukan penimbunan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah atau waktu tertentu, maka bisa dibui lima tahun. 

"Pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar," demikian kata PDEI mengutip isi pasal tersebut. 

Baca Juga: Pemerintah Tidak Bisa Membatasi Harga Masker, Ada yang Sampai Rp1 Juta

2. Data pribadi menyangkut pasien wajib dilindungi dan tidak boleh diumbar ke publik

Pak Jokowi, Masker Itu Seharusnya Dibagikan Gratis untuk PublikPos Pemantauan RSPI Sulianti Saroso (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Isu lainnya yang juga muncul tak lama usai virus corona resmi dinyatakan masuk ke Indonesia yakni data pribadi dua pasien yang kini dirawat di RSPI Sulianti Saroso justru terungkap ke publik. Data pribadi yang terungkap mulai dari nama, foto, hingga alamat pasien yang berada di area Depok. 

Dalam sesi jumpa pers dengan media, Wali Kota Depok, Mohammad Idris dituding membenarkan data-data pribadi itu ke publik. Walaupun begitu dikonfirmasi kembali, Idris berkilah dengan menyebut tidak bisa mengungkap hal tersebut. 

Masyarakat Hukum Kedokteran Indonesia (MHKI) mengatakan data pribadi pasien yang diungkap memiliki konsekuensi tindak pidana. 

"Pasien memiliki hak privasi dan kerahasiaan karena menjadi Hak Asasi serta diatur dalam UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan dan UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit," ungkap MHKI melalui keterangan tertulis. 

Mereka kemudian menyebut informasi apa saja yang bisa diungkap ke publik terkait wabah virus corona atau penyakit lainnya, yakni jenis kelamin pasien, umur, jumlah pasien yang dirawat, jumlah pasien sembuh dan jumlah pasien yang meninggal. 

3. Pejabat publik yang terbukti mengungkap data pribadi pasien bisa dibui 16 bulan

Pak Jokowi, Masker Itu Seharusnya Dibagikan Gratis untuk PublikIlustrasi (IDN Times/Sukma Sakti)

Masyarakat Hukum Kedokteran Indonesia (MHKI) juga mewanti-wanti agar pejabat publik tidak sembarangan berbicara ketika menyampaikan informasi mengenai wabah virus corona. Apalagi yang menyangkut data pribadi pasien. Apabila terbukti, maka individu itu terancam bui selama 9 bulan. Hal itu sesuai dengan pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik. 

"Mencemarkan nama baik/menyerang kehormatan/menghina orang lain di depan publik (melalui media ataupun media sosial) dapat dikenakan Pasal 310 KUHP dengan ancaman 9 bulan penjara. Bila menggunakan gambar atau tulisan dapat diancam satu tahun empat bulan," kata MHKI mengutip isi pasal itu. 

Adapula pasal lain yang bisa dikenakan yakni 311 KUHP perbuatan memfitnah yang bisa menimbulkan konsekuensi 4 tahun bui dan denda Rp750 juta. 

https://www.youtube.com/embed/2BlyV2Dv894

Baca Juga: Menkominfo Minta Agar Identitas Pasien Virus Corona Tak Lagi Disebar

Topik:

Berita Terkini Lainnya