COVID-19 Tingkatkan Kekerasan Rumah Tangga, Ini Dampak Psikologisnya!

Angka KDRT di seluruh dunia meningkat berkali-kali lipat

Pandemik COVID-19 masih terus berlangsung. Mau tak mau, kita tetap disarankan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah, baik untuk sekolah, kuliah, bekerja, dan lain sebagainya.

Sekilas, ini merupakan hal yang baik karena kita bisa berkumpul bersama keluarga. Namun, bagi sebagian orang, "terkurung" bersama keluarga bukanlah hal yang menyenangkan. Sebab, hal ini kemudian meningkatkan potensi konflik hingga berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan domestik (domestic violence).

Fenomena tersebut dapat berpengaruh besar bagi kesehatan psikologis seseorang, apalagi di masa pandemik ini. Dokter spesialis kejiwaan, dr. Guntara Hari, Sp.KJ, mengulas masalah ini dalam seminar bertajuk "Mengatasi Gangguan Cemas di Masa Pandemi" yang diselenggarakan oleh Pfizer pada hari Minggu (15/11/2020). Berikut ini penjelasannya!

1. Statistik peningkatan kekerasan domestik di Indonesia

COVID-19 Tingkatkan Kekerasan Rumah Tangga, Ini Dampak Psikologisnya!pexels.com/Karolina Grabowska

Peningkatan kekerasan domestik terjadi di hampir seluruh negara di dunia selama pandemik ini berlangsung. Dokter Guntara menyebutkan bahwa di Malaysia dan beberapa negara lain, angka tersebut bisa naik dua hingga tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.

Begitu pula di Indonesia. Menurut data yang dipaparkan dr. Guntara, selama 3 bulan pertama pandemik, tercatat ada 250 kasus KDRT yang dilaporkan. Jumlah itu sudah mencapai setengah dari kasus tahun lalu. 

Baca Juga: Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Keliru

2. Kekerasan domestik meningkat karena pelaku bersama dengan korban setiap saat

COVID-19 Tingkatkan Kekerasan Rumah Tangga, Ini Dampak Psikologisnya!guhg.co.uk

"Bayangkan, orang yang dulunya jadi atau berpotensi jadi korban, sekarang terperangkap di rumah bersama abuser (pelaku kekerasan). Mereka kemungkinan menjadi korban yang lebih berat," kata dr. Guntara.

Pemaparan dr. Guntara tersebut cukup menjelaskan kenapa kekerasan domestik bisa meningkat di tengah pandemik. Ia menambahkan bahwa kecemasan yang dialami pada masa sulit ini kian memantik amarah. Hal tersebut bersamaan dengan sifat buruk pelaku, semakin memicunya untuk melakukan kekerasan.

Perlu diketahui bahwa tindak kekerasan domestik dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari kekerasan fisik, verbal, emosi, religiositas, reproduktif, hingga seksual. Selain itu, siapa pun berisiko untuk mengalaminya, baik istri, suami, maupun anak-anak. 

3. Kekerasan domestik berdampak besar pada kondisi mental korban

COVID-19 Tingkatkan Kekerasan Rumah Tangga, Ini Dampak Psikologisnya!wuwm.com

Tentunya, kekerasan domestik akan menghasilkan "luka" yang terus membekas pada korban. Luka fisik secara umum dapat sembuh seiring berjalannya waktu. Namun, luka psikologis sangat sulit untuk disembuhkan dari diri korban. 

Dampak psikologis pertama yang paling umum dan paling akut adalah depresi. Kondisi ini bisa berlangsung dalam jangka panjang dan cukup sulit untuk benar-benar disembuhkan. Korban akan merasa sedih, takut, hingga menyalahkan diri sendiri. 

Dampak berikutnya adalah post-traumatic stress disorder atau PTSD. Kondisi ini muncul berupa memori atas kekerasan yang dialami korban, mimpi buruk, kecemasan parah, dan pikiran negatif yang sulit untuk dikontrol. 

Kondisi mental lainnya yang berpotensi dialami korban adalah gangguan seksual secara psikologis, gangguan kepribadian ambang, kecanduan alkohol atau obat terlarang, hingga pikiran untuk bunuh diri. 

Sayangnya, mayoritas kekerasan domestik tidak terdeteksi karena kurangnya kesadaran masyarakat. Korban pun sering kali ditekan atau justru menolak untuk melaporkan apa yang dialaminya ke pihak berwajib. 

Jika kamu mengalami tindakan tersebut atau menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga, jangan ragu untuk melaporkannya ke Komnas Perempuan, LBH APIK, atau Women's Crisis Center. Tak ada salahnya juga untuk minta bantuan kepada teman, saudara, atau orang terdekat yang kamu percaya. 

Baca Juga: Studi: Pasien COVID-19 Alami Penuaan Otak hingga 10 Tahun Lebih Cepat

Topik:

  • Izza Namira
  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya